Diperbarui tanggal 25/02/2023

Beton Bertulang

kategori Teknik Sipil / tanggal diterbitkan 25 Februari 2023 / dikunjungi: 125 kali

Pengertian Beton Bertulang

Joseph Monier, seorang tukang kebun Prancis dan dikenal sebagai salah satu penemu utama beton bertulang, diberikan hak paten untuk pot bunga yang diperkuat dengan cara mencampurkan sebuah kawat ke pelat (shell mortar). Pada tahun 1877, Monier diberikan hak paten lain untuk teknik yang lebih maju dalam memperkuat kolom beton dan girder dengan batang besi ditempatkan dalam pola grid. Meskipun begitu, Monier tidak diragukan lagi dalam hal ini, monier tahu bahwa beton bertulang akan meningkatkan kohesi pada bagian dalamnya. Hal yang kurang diketahui adalah berapa banyak tulangan yang benar-benar meningkatkan kekuatan daya tarik dari beton.

Beton bertulang adalah jenis beton yang diperkuat dengan baja tulangan, yang dipasang di dalam beton untuk memberikan kekuatan tambahan dan meningkatkan daya tahan terhadap beban. Beton bertulang merupakan salah satu jenis material konstruksi yang sangat umum digunakan dalam pembangunan gedung, jembatan, bendungan, dan berbagai jenis infrastruktur lainnya. Cara pembuatan beton bertulang adalah dengan menempatkan baja tulangan di dalam bekisting (tempat pengecoran) sebelum dicor beton. Baja tulangan berfungsi untuk menahan beban tarik pada beton, sedangkan beton yang dicor di sekitarnya berfungsi untuk menahan beban tekan. Dalam penggunaannya, beton bertulang memerlukan desain dan perhitungan yang matang untuk memastikan kekuatan dan keamanan struktur.

Keuntungan dari penggunaan beton bertulang adalah memiliki kekuatan yang tinggi, daya tahan yang baik terhadap beban, dan tahan terhadap korosi dan kebakaran. Selain itu, beton bertulang juga mudah dibentuk dan dibuat dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbeda.

Meskipun demikian, penggunaan beton bertulang juga memiliki beberapa kelemahan, seperti biaya yang relatif tinggi, sulit dipasang di tempat yang sulit dijangkau, dan membutuhkan perawatan yang baik agar dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, pemilihan jenis material konstruksi harus didasarkan pada pertimbangan berbagai faktor, seperti kondisi lingkungan, kebutuhan kekuatan struktur, dan anggaran yang tersedia.

Sebelum 1877, meskipun penggunaan konstruksi beton berasal dari Kekaisaran Romawi dan telah diperkenalkan kembali pada awal 1800-an, kontuksi beton belum merupakan teknologi ilmiah yang terbukti. Seorang warga negara Amerika dari New York, Thaddeus Hyatt menerbitkan sebuah laporan yang berjudul "An Account of Some Experiments with Portland-Cement-Concrete Combined with Iron as a Building Material, with Reference to Economy of Metal in Construction and for Security against Fire in the Making of Roofs, Floors, and Walking Surfaces" , ini adalah sebuah laporan dari beberapa eksperimen dengan Portland Cement yang dikombinasikan dengan besi sebagai bahan bangunan yang merujuk pada ekonomi logam dalam konstruksi dan untuk keamanan terhadap kebakaran dalam pembuatan atap, lantai, dan permukaan jalan. Pada laporan ini melaporkan eksperimen tentang perilaku beton bertulang. Laporan Thaddeus Hyatt membawa perubahan besar dalam evolusi konstruksi beton

Beton bertulang atau reinforced concrete, juga disebut beton semen bertulang (reinforced cement concrete) atau disingkat RCC adalah material komposit dimana kekuatan dan daktilitas beton yang relatif rendah diimbangi dengan dimasukkannya tulangan yang memiliki kekuatan atau daktilitas yang lebih tinggi. Biasanya tulangan tidak harus berupa tulangan baja, tertanam secara pasif di beton sebelum beton dipasang. Skema perkuatan umumnya dirancang untuk menahan tegangan tarik pada daerah beton tertentu yang dapat menyebabkan keretakan atau kegagalan struktural. Beton bertulang modern dapat mengandung beragam bahan penguat yang terbuat dari baja, polimer, atau material komposit alternatif baik disertai tulangan maupun tidak. Beton bertulang juga dapat mengalami tekanan permanen (beton dalam kompresi, tulangan dalam tegangan) sehingga dapat meningkatkan sifat-sifat struktur bangunan ketika dikenai beban. Metode paling umum untuk melakukan ini dikenal sebagai pra-tegang dan pasca-tegang. Untuk konstruksi yang kuat, daktil, dan tahan lama tulangan perlu memiliki properti berikut:

  1. Kekuatan relatif tinggi.
  2. Toleransi yang tinggi dari regangan Tarik.
  3. Ikatan yang baik dengan beton, terlepas dari pH, kelembaban, dan faktor-faktor serupa.
  4. Kompatibilitas termal yaitu tidak mengalami pemuaian atau penyusutan berlebihan sebagai respons terhadap perubahan suhu.
  5. Daya tahan di lingkungan beton, terlepas dari korosi atau stres berkelanjutan.

Unsur utama pembentuk beton adalah semen, air, dan agregat. Agregat disini terdiri dari agragat halus yang umumnya menggunakan pasir dan agregat kasar yang umumnya menggunakan batu kerikil. Selain itu kadang – kadang juga ditambahkan material campuran (admixture). Semen dan air membentuk pasta pengikat yang akan mengisi rongga dan mengeras di antara butir pasir dan agregat, sedangkan agregat akan menentukan kekuatan dan kualitas beton. Pada dasarnya beton bertulangan merupakan gabungan logis dari dua jenis bahan material yaitu beton polos dan tulangan baja. Beton polos merupakan bahan yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi memiliki kekuatan tarik yang rendah. Sedangkan tulangan baja akan memberi kekuatan tarik yang besar sehingga dapat memberikan kekuatan yang diperlukan. Dengan kelebihan masing-masing bahan tersebut diharapkan dapat bekerjasama dalam menahan gaya yang bekerja pada struktur tersebut. Beberapa alasan yang menguatkan bahwa baja tulangan dan beton dapat bekerjasama dalam menahan beban, yaitu sebagai berikut:

  1. Kekuatan lekatan (bond) antara baja dan beton dapat berinteraksi mencegah selip pada beton keras;
  2. Campuran beton yang baik mempunyai sifat kedap air yang dapat mencegah korosi pada baja tulangan; dan
  3. Angka kecepatan muai antara baja dan beton hampir sama dimana untuk setiap kenaikan suhu satu derajat celcius angka muai beton 0,000010- 0,000013, sedangkan baja 0,000012 per derajat Celcius.

Pengelompokan baja tulangan untuk beton bertulang, berdasarkan SII 0136-80, disebutkan pengelompokan baja tulangan untuk beton bertulang dengan jenis tulangan polos dan ulir sebagaimana ditunjukan pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 1 Pengelompokan Baja Tulangan

JenisKelasSimbolBatas ulur maksimum (MPa)Kuat Tarik minimum (MPa)
Polos1
2
BJTP – 24
BJTP - 30
235
294
382
480
ulir1
2
3
4
5
BJTD – 24
BJTD – 30
BJTD – 35
BJTD – 40
BJTD - 50
235
294
343
392
490
382
480
490
559
610

(sumber : SII 0136-80)

Mengacu pada SNI 03-2847-2002, untuk melindungi baja tulangan terhadap bahaya korosi maka di sebelah tulangan luar harus diberi selimut beton. Tebal selimut beton minimum yang harus disediakan untuk beton bertulang harus memenuhi kekuatan yang dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2 Tebal selimut beton minimum

Kondisi strukturTebal selimut minimum (mm)
a) Beton yang di cor langsung di atas tanah dan selalu berhubungan dengan tanah
b) Beton yang berhubungan dengan tanah atau cuaca :
- Batang D-19 hingga D-56
- Batang D-16, jaring kawat polos P16 atau ulir D16 dan yang lebih kecil
c) Beton yang tidak langsung berhubungan dengan tanah dan cuaca :
Pelat dinding, pelat berusuk :
- Batang D-44 dan D-56
- Batang D-36 dan yang lebih kecil
Balok, kolom :
- Tulangan utama, pengikat, Sengkang, lilitan spiral
Komponen struktur cangkang, pelat pelipat :
- Batang D-19 dan yang lebih besar
- Batang D-16, jarring kawat poloss P16 atau ulir D16 dan yang lebih kecil

70

50

40

40
20
40


0
15

(sumber : SNI 03-2847-2002)

Keuntungan dan kelemahan beton bertulang

Pada struktur beton bertulang mempunyai beberapa keunggulan akibat dari penggabungan dua buah bahan komposit/campuran, yaitu beton (PC + aggregat halus + aggregat kasar + zat adiktif) dan baja sebagai tulangan. Berikut ini kelebihan dari beton sebagai struktur bangunan diantaranya adalah:

  1. Bahan-bahannya mudah didapat.
  2. Harga bahan - bahannya lebih ekonomis dan tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.
  3. Mudah dibentuk sesuai dengan keinginan arsitek.
  4. Material beton bertulang mempunyai kekuatan tekan tinggi.
  5. Struktur beton bertulang memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap api/suhu tinggi, dan air.
  6. Beton bertulang dapat dicetak menjadi bentuk yang beragam, mulai dari pelat, balok, kolom yang sederhana sampai atap kubah dan cangkang besar.

Selain keuntungan diatas, beton bertulang juga mempunyai beberapa kelemahan, yakni:

  1. Beton bertulang memerlukan bekisting untuk menahan beton agar tetap di tempatnya sampai beton tersebut mengeras.
  2. Beton bertulang memiliki kekuatan per-satuan berat yang rendah sehingga mengakibatkan beton bertulang menjadi berat.
  3. Dalam pengerjaan adonan beton bertulang membutuhkan acuan (cetakan) dan perancah (tiang acuan) selama pekerjaan berlangsung.
  4. Beton bertulang memiliki kekuatan per-satuan volume yang rendah sehingga mengakibatkan beton akan berukuran relatif besar.
  5. Sifat-sifat yang dihasilkan dari produksi beton bertulang sangat bervariasi karena bervariasinya proporsi campuran dan pengadukannya.
  6. Proses pembuatan adonan, penuangan dan perawatan beton bertulang tidak bisa ditangani seteliti seperti yang dilakukan pada proses produksi material lain seperti baja dan kayu lapis.

Jenis – jenis Desain Struktur Gedung Beton Bertulang

Pemasangan struktur beton bertulang ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu precast (pracetak) dan dicor ditempat. Apabila pemasangan struktur gedung yang digunakan adalah metode pengecoran, maka struktur gedung beton bertulang tersebut bersifat monolit di mana dapat berguna dalam menahan beban gempa. Beton bertulang pada bangunan gedung terdiri dari beberapa elemen struktur, misalnya balok, kolom, dan pelat lantai dan berikut penjelasannya.

  1. Balok
    Balok beton bertulang merupakan salah satu dari komponen struktur yang berfungsi menyalurkan beban-beban dari pelat ke kolom yang pada akhirnya oleh kolom disalurkan ke pondasi. Pada umumnya balok beton bertulang dicor secara monolit dengan pelat dan secara struktural ditulangi tunggal atau ganda. Akibat dicor secara monolit dengan pelat, maka balok memiliki penampang persegi, T, dan L.
  2. Kolom
    Kolom merupakan bagian dari elemen atau komponen struktur suatu bangunan gedung yang berfungsi sebagai penyalur beban yang berasal dari beban diatas pelat, berat sendiri pelat, dan balok yang kemudian disalurkan ke pondasi.
  3. Pelat
    Pelat beton bertulang merupakan sebuah struktur yang dibuat untuk keperluan seperti lantai bangunan, atap dan sebagainya dengan bidang permukaan yang arahnya horizontal. Pada struktur pelat ini beban bekerja secara tegak lurus dan disalurkan pada dinding, balok, kolom, atau tanah karena letaknya yang dapat ditumpu oleh dinding, balok, kolom, atau dapat juga terletak langsung di atas tanah (slab on ground). Ketebalan bidang (h) untuk pelat beton bertulang ini sendiri relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan bentang panjang/lebarnya. Pelat beton bertulang dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan perbandingan panjang antara bentang panjang (lx) terhadap bentang pendek (ly). Apabila nilai perbandingan bentang panjang terhadap bentang pendek adalah lebih atau sama dengan dua maka pelat tersebut dikategorikan sebagai pelat satu arah dan apabila kurang dianggap sebagai pelat dua arah.

Mode Kegagalan Umum dari Beton Bertulang

Beton bertulang bisa gagal karena kekuatan yang tidak memadai, menyebabkan kegagalan mekanis, atau karena pengurangan daya tahannya. Siklus korosi dan pembekuan / pencairan dapat merusak beton bertulang yang dirancang atau dibangun dengan buruk. Ketika tulangan terkorosi, produk-produk oksidasi (karat) meluas dan cenderung mengelupas, memecahkan beton dan melepaskan tulangan dari beton. Mekanisme khas yang mengarah ke masalah daya tahan disebutkan di bawah ini.

  1. Kerusakan Mekanis
  2. Karbonasi
  3. Klorida
  4. Reaksi Alkali Silika
  5. Reaksi alkali silika
  6. Sulfat

Korosi Pada Beton Bertulang

Korosi berasal dari bahasa latin “Corrodere” yang artinya perusakan logam atau berkarat akibat lingkungannya. Korosi adalah penurunan mutu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya. Penurunan mutu logam tidak hanya melibatkan reaksi kimia namun juga reaksi elektrokimia, yaitu antara bahan bersangkutan terjadi perpindahan elektron. Banyak hal korosi menyebabkan penurunan daya guna suatu komponen atau peralatan terbuat dari logam seperti peralatan pabrik, jembatan, peralatan kimia dan sebagainya. Korosi umumnya terjadi pada material yang terbuat dari logam. Proses korosi terjadi secara alami namun pengaruhnya dapat menyebabkan kekuatan dari material logam menjadi berkurang.

Korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat dan berlangsung secara alamiah. Proses ini dapat mempengaruhi struktur bangunan khususnya bangunan yang berada di daerah pesisir. Dalam mekanismenya, korosi tidak dapat dicegah atau dihentikan namum dapat dikendalikan dengan cara memperlambat lajunya. Kerusakan pada beton bertulang akibat korosi disebabkan oleh karbonasi dan kontaminasi khlorida. Mekanisme terjadinya korosi ditinjau dari aspek material adalah adanya ragam jenis material yang menyatu dalam ukuran mikro atau makro. Keadaan struktur mikro, tidak lepas dari historis metalurgi mengenai cara pembentukan dan perubahannya. Karena itulah proses-proses pembentukan dan pengerjaan logam merupakan faktor yang menentukan.

Baja tulangan di dalam beton berada dalam lingkup yang bersifat basa kuat dengan nilai ph ± 12,5. Keadaan ini disebabkan karena beton mengandung 20 – 30 persen Kalsium Dihidrosida (Ca(OH)2), Sebagian berupa larutan jenuh Ca(OH)2 di dalam beton, Sebagian mengendap berupa kristal Ca(OH)2 di dalam beton. Lingkungan basa kuat ini memberikan perlindungan terhadap baja tulangan di dalam beton dari serangan korosi karena baja tulanagan di dalam lingkungan basa kuat menjadi pasif.

Korosi baja tulangan adalah reaksi kimia atau elektro kimia antara baja tulangan dengan lingkungannya. Secara umum reaksi tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:

Reaksi Anodik:

Fe                                     Fe++ + 2e-H2O                                  H+ + OH-Fe++ + OH-                  Fe(OH)24Fe(OH)2 + O2 +H2O  4 Fe(OH)3 (karat)

Reaksi Katodik:

2H+ + 2e-  H22H + 12O2  H2O12O2 + H2 + 2e- 2(OH)-

Baja tulangan yang terkorosi, volume karatnya lebih besar ±3 kali dari volume bahan asalnya sehingga mengakibatkan keretakan pada beton. Hal ini merupakan awal dari kerusakan beton yang akhirnya menuju ke kerusakan yang lebih parah sehingga secara keseluruhan memperpendek usia pakai konstruksi yang bersangkutan. Baja tulangan di dalam beton terkorosi apabila keadaan pasif hilang yaitu pH lingkungan pada bidang kontak baja-beton turun sampai < 9,5.

Pencegahan Korosi Pada Beton Bertulang

Salah satu pencegahan korosi adalah mengusahakan beton yang kompak dan rapat serta homogen. Ini berarti dituntut adanya kesesuaian antara kekentalan beton (kadar air semen) dan cara pemampatannya. Menurut penelitian Tredland, beton dengan faktor air semen 0,7 – 0,9 dengan cara pemampatan getaran normal, mengalami kemungkinan korosi yang paling kecil. Pada prinsipnya secara global, pengendalian dan pencegahan korosi pada beton bertulang diskemakan pada Gambar 1 (terutama untuk jalan raya karena konstruksinya berhubungan langsung dengan air tanah).

Prinsip pengendalian dan pencegahan korosi pada beton bertulang

Gambar 1. Prinsip pengendalian dan pencegahan korosi pada beton bertulang