Diperbarui tanggal 31/05/2021

Arah Kebijakan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan

Kebijakan Pendidikan Kejuruan

author/editor: Edi Elisa / kategori Pendidikan Kejuruan / tanggal diterbitkan 31 Mei 2021 / dikunjungi: 3.98rb kali

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 15 dinyatakan bahwa pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk menyiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Tujuan tersebut dapat dijabarkan kembali oleh Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (2003) menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum, sebagai bagian dari sistem pendidikan menengah kejuruan (SMK) bertujuan:

  1. menyiapkan peserta didik agar dapat menjalani kehidupan secara layak,
  2. meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik,
  3. menyiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang mandiri dan bertanggung jawab,
  4. menyiapkan peserta didik agar memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia,
  5. menyiapkan peserta didik agar menerapkan dan memelihara hidup sehat, memiliki wawasan lingkungan, pengetahuan dan seni.

Selanjutnya, tujuan khusus SMK, yaitu:

  1. menyiapkan peserta didik agar dapat bekerja, baik secara mandiri atau mengisi lapangan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah, sesuai dengan bidang dan program keahlian yang diminati,
  2. membekali peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetensi dan mampu mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminati, dan
  3. membekali peserta didik dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) agar mampu mengembangkan diri sendiri melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Tujuan SMK di atas dapat dipahami bahwa SMK sebagai sub sistem pendidikan nasional diarahkan untuk mengutamakan dalam mempersiapkan peserta didik untuk mampu memilih karier, memasuki lapangan kerja, berkompetisi, dan mengembangkan dirinya dengan sukses di lapangan kerja yang cepat berubah dan berkembang. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut melalui kebijakan sebagaimana disampaikan Wardiman Djojonegoro (1997) memperkenalkan kebijakan baru untuk pembangunan pendidikan, yang disebut “Link and Match”. Kebijakan “Link and Match” ini mengimplikasikan wawasan sumber daya manusia, wawasan masa depan, wawasan mutu dan wawasan keunggulan, wawasan profesionalisme, wawasan nilai tambah dan wawasan ekonomi dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya pendidikan kejuruan. Pendidikan Sistem Ganda (PSG) merupakan program pendidikan yang dipilih untuk menjabarkan secara operasional kebijakan ?Link and Match? pada pendidikan menengnah kejuruan. Secara teoritis, PSG merupakan sistem pendidikan yang sangat ideal untuk meningkatkan relevansi dan efisiensi SMK. SMK menempatkan praktik industri siswa sebagai bagian yang paling penting dalam pelaksanaan PSG.

Di samping itu, dalam buku Keterampilan Menjelang 2020 untuk Era Global (1997) diungkapkan perlunya reposisi pendidikan kejuruan. Reposisi pendidikan kejuruan dimaksudkan sebagai upaya penataan kembali konsep, perencanaan, dan implementasi pendidikan kejuruan dalam rangka peningkatan mutu sumber daya manusia yang mengacu kepada kecenderungan (trend) kebutuhan pasar kerja, baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun internasional. Beberapa tujuan dari reposisi pendidikan kejuruan, antara lain: (1) menata ulang sistem Diklat kejuruan agar lebih fleksibel dan permeabel dengan menerapkan pola pembelajaran/ pelatihan yang berbasis kompetensi, dan (2) menata ulang program keahlian dan sistem pembelajaran pada SMK dengan menerapkan Competency Based Training (CBT). Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah mengembangkan kebijakan strategis di bidang pendidikan kejuruan berupa reposisi dan reorientasi pendidikan menjelang 2020, yang dituangkan dalam bentuk program sebagai berikut:

  1. Re-engineering, yaitu proses penataan, perencanaan dan implementasi pendidikan menengah kejuruan melalui analisis dan pengkajian potensi wilayah sebagai langkah penyesuaian bidang/program keahlian yang diselenggarakan oleh SMK sesuai dengan kondisi dan kebutuhan wilayah, sehingga diharapkan lulusannya berdaya serap pasar tinggi dan memiliki prospek membangun perekonomian daerah.
  2. Pengembangan SMK sebagai regional center, yaitu adalah suatu proses pembinaan, pengembangan dan pemberdayaan SMK yang berbasis wilayah dan masyarakat dengan memanfaatkan seluruh peluang dan potensi yang dimiliki melalui kerjasama kelembagaan antara SMK dan lembaga pendidikan dan pelatihan lain yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas SDM dan memberikan keterampilan dalam bentuk kompetensi kejuruan di SMK bagi tamatan atau drop-out pendidikan dasar dan menengah yang akan memasuki pasar kerja, maupun bagi peningkatan kualitas guru.
  3. Kurikulum berbasis kompetensi (kurikulum SMK 2004), yaitu kurikulum yang didasarkan pada pendekatan competency based training, life skills, akademik (scientific), broad based curriculum, dan production based training.
  4. Pengujian dan sertifikasi profesi, yaitu pembentukan lembaga sertifikasi profesi (LSP) yang independen yang berperanan dalam pengembangan akreditasi lembaga dan program pendidikan dan pelatihan kejuruan serta pengembangan standarisasi kompetensi tenaga kerja.
  5. Pengembangan Information Communication Technology (ICT), yang merupakan media pendidikan dan pelatihan berbasis teknologi informasi dan komunikasi, yang diharapkan menjadi platform system informasi manajemen pendidikan kota/ kabupaten, serta menjadi pusat data dan informasi pendidikan kabupaten/kota.
  6. SMK Nasional dan Internasional, yaitu mendorong kualitas SMK menuju SMK berstandar nasional atau internasional, yang pembinaan dan pengembangannya diarahkan melalui kriteria yang ditetapkan baik secara kualitas maupun kuantitas sesuai dengan profil SMK nasional/internasional.

Keseluruhan program pengembangan pendidikan kejuruan dilanjutkan melalui Rencana Strategis Direktorat Pembinaan SMK tahun 2005-2009 yang diformulasikan ke dalam 3 (tiga) tujuan strategis, yaitu :

  1. Perluasan dan pemerataan akses SMK,
  2. Pengembangan mutu dan relevansi dan daya saing SMK,
  3. Peningkatan manajemen SMK dengan menerapkan prinsip good governance.

Pada tahun 2012, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2012) telah menetapkan Garis-garis Besar Program Pembinaan SMK sebagai kebijakan umum dan rencana strategis Direktorat Pembinaan SMK tahun 2010-2014. Adapun visi Renstra Direktorat Pembinaan SMK berhasrat pada tahun 2014: ?Terselenggaranya layanan prima pendidikan menengah kejuruan untuk membentuk lulusan SMK yang berjiwa wirausaha, cerdas, siap kerja, kompetitif, dan memiliki jati diri bangsa, serta mampu mengembangkan keunggulan lokal dan dapat bersaing di pasar global?, dengan misi yang diharapkan sebagai berikut:

  1. Meningkatkan perluasan dan pemerataan akses SMK yang bermutu untuk semua lapisan masyarakat;
  2. Meningkatkan kualitas SMK melalui penerapan sikap disiplin, budi pekerti luhur, berwawasan lingkungan, dan pembelajaraan berpusat pada peserta didik yang kontekstual berbasis TIK;
  3. Memberdayakan SMK dalam menciptakan lulusan yang berjiwa wirausaha dan memiliki kompetensi keahlian melalui pengembangan kerjasama dengan industri dan berbagai entitas bisnis yang relevan dalam bentuk teaching industry;
  4. Menciptakan lulusan SMK yang lentur terhadap berbagai perubahan teknologi dan lingkungan bisnis pada tingkat nasional maupun internasional melalui penguatan aspek matematika terapan, sains terapan, ICT, dan bahasa internasional;
  5. Memperkuat tata kelola SMK melalui penerapan sistem manajemen mutu berbasis ISO 9001:2008;
  6. Menciptakan citra baik SMK melalui berbagai media komunikasi.

Selanjutnya, tujuan Strategis Pembangunan Pendidikan Menengah Kejuruan diharapkan, yaitu: ?Tersedianya dan terjangkaunya layanan pendidikan menengah kejuruan yang bermutu, relevan, dan berkesetaraan di semua provinsi, kabupaten, dan kota?, dengan sasaran strategis sebagai berikut:

  1. APK nasional melampaui 34%;
  2. Sekurang-kurangnya 66% SMK berakreditasi;
  3. Sekurang-kurangnya 60% kabupaten/kota memiliki SMK dan SMK SBI atau RSBI;
  4. 70% SMK bersertifikat ISO 9001:2008;
  5. Sekurang-kurangnya 90% SMK melaksanakan e-pembelajaran;
  6. 70% Lulusan SMK Bekerja pada Tahun Kelulusan;
  7. 85% SMK menyediakan layanan pembinaan pengembangan kewirausahaan;
  8. Menurunnya disparitas gender yang ditunjukkan dengan rasio kesetaraan gender menjadi 95 %;
  9. Seluruh SMK menerapkan pembelajaran yang membangun karakter.

Dari kesembilan sasaran strategis tersebut, dalam perjalanannya sasaran strategis tidak mungkin dapat dilaksanakan karena adanya Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 5/PUU-X/2012 menetapkan penghapusan dasar hukum penyelenggaraan RSBI. Konsekuensinya, sesuai dengan Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 017/MPK/SE/2013 tentang Kebijakan Transisi RSBI dinyatakan bahwa semua sekolah yang mendapatkan izin dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) berstatus menjadi sekolah reguler, yang dibina oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota.