Diperbarui tanggal 2/01/2022

Model Pembelajaran Treffinger

kategori Model-model Pembelajaran / tanggal diterbitkan 30 November 2021 / dikunjungi: 6.56rb kali

Pengertian

Model treffinger Semiawan (Setiawati, 2012) adalah “proses berfikir dan perasaan majemuk meliputi penerapan analisis, sintesis evaluasi, transformasi dari beberapa produk, penelitian dan pemikiran yang melibatkan analogi dan kiasan. Dalam kegiatan tahap kedua ini siswa diarahkan untuk mempersiapkan menjadi peneliti mandiri yang menghadapi masalah dan tantangan dengan cara kreatif”.

Model Treffinger adalah seperangkat cara dan prosedur kegiatan belajar yang tahap-tahapnya meliputi orientasi, pemahaman diri dan kelompok, pengembangan kelancaran dan kelenturan berfikir dan bersikap kreatif, pemacu gagasan-gagasan kreatif, serta pengembangan kemampuan memecahkan masalah yang nyata dan kompleks. Model treffinger dapat membantu siswa berpikir kritis dalam memecahkan masalah, membantu siswa menguasai konsep-konsep matematika yang diajarkan, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan potensi-potensi kemampuan yang dimilikinya termasuk kemampuan kreativitas dan pemecahan masalah. Kemampuan siswa berpikir kritis siswa akan membuat mereka mampu menggali potensi, mencetuskan gagasan serta pemecahan masalah yang dihadapinya yang melibatkan proses berpikir.

Model treffinger memiliki beberapa tingkatan berpikir diantaranya (1) Tingkat I disebut dengan basic tool yaitu pengembangan fungsi-fungsi divergen, (2) Tingkat 2 disebut practice with process yaitu berpikir secara kompleks dan perasaan majemuk dan (3) Tingkat III, disebut juga dengan working with real problem yaitu keterlibatan dalam tantangan nyata. Selengkapnya tahapan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

KognirifTingkatAfektif
  1. Pengajuan pertanyaan secara mandiri
  2. Pengarahan diri
  3. Pengelolaan sumber
  4. Pengembangan Produk
Tingkat III:
Keterlibatan dalam tantangan nyata
  1. Pempribadian diri
  2. Peningkatan diri terhadap hidup yang produktif
  3. Menuju perwujudan diri
  1. Penerapan
  2. Analisis
  3. Sintesis
  4. Evaluasi
  5. Keterampilan metodologis dan penelitian
  6. Transformasi
  7. Metapor dan analogi
Tingkat II :
Proses berpikir secara kompleks dan perasaan majemuk
  1. Keterbukaan terhadap perasaan majemuk
  2. Meditasi dan kesantaian
  3. Pengembangan nilai
  4. Keselamatan psikologis dalam kreasi
  5. Penggunaan khayalan dan tamsil
  1. Kelancaran
  2. Kelenturan
  3. Orisinalitas
  4. Pemerincian
  5. Pengenalan dan ingatan
Tingkat I :
Fungsi divergen
  1. Rasa ingin tahu
  2. Kesediaan untuk menjawab
  3. Keterbukaan terhadap pengalaman
  4. Keberanian mengambil resiko
  5. Kepekaan terhadap masalah
  6. Tenggang rasa
  7. Percaya diri

Berdasarkan tabel di atas, treffinger selalu melibatkan keterampilan kognitif dan afektif dalam tahapan pembelajaran untuk mencapai suatu tingkat berpikir tertentu. Sebagai contoh dalam tahap I, treffingerberpusat kepada bagaimana siswa berpikir divergen atau berpikir terbuka tanpa memikirkan apakah gagasan atau pemikiran tersebut benar atau salah. Kemampuan afektif yang dikembangkan diantaranya rasa ingin tahu (dapat dilihat dari keaktifan siswa dalam bertanya), keberanian dalam mengambil resiko (keberanian menjawab pertanyaan walau jawaban yang disampaikan salah), percaya diri (siswa berani mengemukakan pendapatnya sendiri meskipun berbeda dengan temannya) dan lain-lain. Sedangkan kemampuan kognitif yang dapat dikembangkan meliputi kelancaran (dapat dilihat dari lancarnya siswa dalam menjawab atau mengungkapkan ide/gagasan), kelenturan (dilihat dari banyaknya ide atau gagasan yang disampaikan siswa ) dan lain-lain (Fathurrohman, 2015:104).

Pada tingkat II, treffingerlebih berfokus kepada pengembangan kemampuan penyelesaian masalah dan keterbukaan terhadap perbedaan. Kemampuan pada tingkat ini meliputi keterbukaan perasaan majemuk (keterbukaan dalam menerima gagasan yang berbeda), meditasi dan kesantaian (ketenangan dalam menerima gagasan yang berbeda), penggunaan khayalan dan tamsil (kemampuan berimajinasi dalam menggambarkan masalah yang dihadapi) dan lain sebagainya. Sedangkan kemampuan kognitif yang meliputi penerapan (penggunaan apa yang tersedia dalam menyelesaikan masalah yang diberikan), analisis (mendeskripsikan segala masalah yang ada), sintesis (keterampilan mengkombinasikan hal yang diperoleh dengan kemampuan sebelumnya), evaluasi (penilaian terhadap jawaban orang lain dan diri sendiri sehingga menghasilkan jawaban yang tepat) dan lain sebagainya (Fathurrohman, 2015:105).

Pada tingkat III, treffingerfokus kepada bagaimana siswa dapat mengelola dirinya sendiri dan kemampuannya sehubungan dengan keterlibatannya dalam tantangan –tantangan yang dihadapi.Kemampuan afektif pada tingkat ini meliputi pemribadian diri (berkaitan dengan evaluasi diri atau ide-ide yang telah didapatkan), pengikatan diri terhadap hidup produktif (berusaha tetap menghasilkan ide baru dalam setiap kegiatan pemecahan masalah) dan lain-lain. Sedangkan kemampuan kognitif dalam tingkat ini meliputi pengajuan pertanyaan secara mandiri (pertanyaan yang timbul dari diri sendiri), pengarahan diri (mampu menentukan sendiri langkah-langkah penyelesaian masalah tanpa terpengaruh cara teman lain), pengelolaan sumber (menggunakan segala sumber daya disekitar untuk memperoleh jawaban yang diinginkan), pengembangan produk (mengembangkan ide yang telah ada sehingga tercipta ide baru) dan lain sebagianya.

Langkah-Langkah Pembelajaran treffinger 

Adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif dengan model treffinger sebagai berikut:

  1. Tingkat I: fungsi devergen dengan langkah-langkahnya:
    1. menyampaikan tujuan,
    2. memberi pertanyaan yang berbuhubungan dengan materi,
    3. bersama siswa menuliskan gagasan yang diperoleh dan menilai gagasan itu sesuai dengan materi yang diajarkan.
  2. Tingkatan II: proses berfikir dan perasaan majemuk, Langkah-langkahnya:
    1. menyampaikan materi,
    2. membagi siswa menjadi beberapa kelompok,
    3. membagi LKS dan meminta siswa mendiskusikannya,
    4. membimbing dan menganalisis serta mengerjakan soal.
  3. Tingkatan III: keterlibatan dalam tantangan nyata, langkah-langkahnya:
    1. meminta siswa untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah dunia nyata dalam LKS,
    2. mengumpulkan pekerjaan siswa,
    3. menpresentasikan hasil karya kelompok,
    4. memberi penghargaan kelompok yang memperoleh nilai tertinggi

Manfaat Model Pembelajaran Treffinger

Model ini menunjukkan secara grafis bahwa belajar mempunyai tingkat dari yang relatif sederhana sampai dengan yang majemuk.Anak berbakat dapat menguasai keterampilan tingkat I dan II lebih cepat dari siswa lainnya.Bagi mereka proporsi waktu dan energi untuk tingkatan yang rendah dapat dikurangi.Semua siswa dilibatkan dalam kegiatan tingkat I dan II, tetapi hanya beberapa siswa di dalam kelas yang dapat melanjutkan ke tahapan penerapan (tingkat III). Model ini hendaknya digunakan menyeluruh dalam kurikulum.Berpikir kritis merupakan bagian dari semua subjek yang diajarkan disekolah. Kemajuan dalam profesi diperoleh melalui proses kritis dalam belajar. Model ini dapat diterapkan pada semua segi kehidupan sekolah, mulai dari pemecahan konflik sampai dengan pengembangan teori ilmiah. Siswa akan melihat kemampuan mereka untuk menggunakan kreativitas dalam hidup dan diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam lingkungan yang mendorong dan memungkinkan penggunaannya.

Pembelajaran dengan mengimplementasikan model treffinger dapat menumbuhkan berfikir kritis siswa dalam menyelesaikan masalah, dengan ciri-ciri sebagai berikut;

  1. lancar dalam menyelesaikan masalah,
  2. mempunyai ide jawaban lebih dari satu,
  3. berani mempunyai jawaban "baru",
  4. menerapkan ide yang dibuatnya melalui diskusi dan bermain peran,
  5. membuat cerita dan menuliskan ide penyelesaian masalah,
  6. mengajukan pertanyaan sesuai dengan konteks yang dibahas,
  7. menyesuaikan diri terhadap masalah dengan mengidentifikasi masalah,
  8. percaya diri, dengan bersedia menjawab pertanyaan,
  9. mempunyai rasa ingin tahu dengan bertanya,
  10. memberikan masukan dan terbuka terhadap pengalaman dengan bercerita,
  11. kesadaran dan tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah,
  12. santai dalam menyelesaikan masalah,
  13. aman dalam menuangkan pikiran,
  14. mengimplementasikan soal cerita dalam kehidupannya, dan mencari sendiri sumber untuk menyelesaikan masalah.

Sintak Model Pembelajaran Treffinger

Adapun sintak model pembelajaran Treffinger dalam Sohimin (2014) adalah:

  1. Tahap I (Basic Tools)
    1. Siswa membentuk kelompok dengan anggota 3 -5 siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang heterogen.
    2. Guru memberikan suatu masalah terbuka tentang materi yang diajarkan
    3. Guru membimbing siswa melakukan diskusi untuk menyampaikan gagasan tentang materi yang diajarkan
    4. Guru memberikan penilaian pada masing-masing kelompok
  2. Tahap II (Practice with process)
    1. Guru membimbing dan mengarahkan siswa untuk berdiskusi dengan memberikan analog/perumpamaan
    2. Guru meminta siswa membuat contoh tentang materi yang ada dalam kehidupan sehari-hari
  3. Tahap III (Working with real problems)
    1. Siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan bersama kelompok yang berkaitan dengan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari
    2. Guru melibatkan pemikiran siswa dalam tantangan nyata yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
    3. Guru memberi tugas sebagai pemecahan masalah secara kreatif terhadap materi konsep usaha.