Diperbarui tanggal 30/Nov/2021

Model Pembelajaran Team Assisted Individualization

kategori Model-model Pembelajaran / tanggal diterbitkan 30 November 2021 / dikunjungi: 7.62rb kali

Pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah. Ciri khas pada tipe Team Assisted Individualization ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama. Oleh karena itu siswa harus membangun pengetahuan tidak menerima bentuk jadi dari guru.

Terdapat langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI), yaitu sebagai berikut :

  1. Tim
    Dalam TAI, siswa dibagi kedalam tim-tim yang beranggotakan 4-5 orang.
  2. Tes penempatan
    Siswa diberikan pre-test. Mereka ditempatkan pada tingkatan yang sesuai dalam program individual berdasarkan kinerja dalam tes ini.
  3. Materi
    Siswa mempelajari materi pelajaran yang akan didiskusikan.
  4. Belajar kelompok
    Siswa melakukan belajar kelompok bersama rekan-rekannya dalam satu tim.
  5. Skor dan rekognisi
    Hasil kerja siswa di-score di akhir pengajaran, dan setiap tim memenuhi kriteria sebagai “tim super” harus memperoleh penghargaan (recognition) dari guru.
  6. Kelompok Pengajaran
    Guru member pengajaran kepada setiap kelompok tentang materi yang sudah didiskusikan.
  7. Tes fakta
    Guru meminta siswa untuk mengerjakan tes-tes untuk membuktikan kemampuan mereka yang sebenarnya.

Sedangkan menurut Abidin (2014), sintak model Team Assisted Individualization TAI sebagai berikut.

  1. Pembentukan kelompok.
    Kelompok yang beranggotakan 4-6 orang siswa. Kelompok tersebut merupakan kelompok heterogen yang mewakili hasil-hasil akademis dalam kelas.
  2. Tes penempatan
    Para siswa diberi tes pada permulaan program. Soal yang diberikan berkenaan denga n materi yang akan diajarkan.
  3. Meningkatkan kreativitas
    Strategi memecahkan masalah ditekankan pada seluruh materi. Masing-masing terbagi dalam satu lembar petunjuk, berisis konsep-konsep yang diperkenalkan oleh guru dalam pembelajaran kelompok.
  4. Belajar dalam kelompok
    Setelah tes penempatan, guru mengajarakan pelajaran pertama. Lalu para siswa diberikan suatu unit perangkat pembelajaran individual. Unit-unit tersebut dicetak dalam bahan-bahan ajar.
  5. Nilai kelompok dan penghargaan kelompok
    Di akhir minggu guru menghitung skor kelompok. Skor ini didasarkan pada jumlah rata-rata unit yang tercakup oleh anggota kelompokdan akurasi dari tes-tes unit. Criteria dianut untuk prestasi kelompok. Criteria yang tinggi dibuat u ntuk kelompo-kelompok super, kriteria menengah dengan kelompok hebat dan kriteria minimum untuk kelompok baik.
  6. Pengajaran materi-materi pokok oelh guru
    Setiap hari guru mengajar selama 25 atau 30 menit kepada dua/tiga kelompok kecil yang diambil dari kelompo heterogen yang bernilai sama dan sesuai kurikulum .
  7. Tes fakta
    Tes fakta ini merupakan tes yang dilakukan setelah subpokok bahasan yang diajarkan. Lamanya tes tersebut sekitar 20 menit.
  8. Pengajaran unit-unit secara klasikal
    Setelah pembelajaran selesai, guru membahas materi yang dianggap sulit oleh siswa.

Menurut Shoimin (2014), langkah-langkah yang dilakukan dalam model pembelajaran ini sebagai berikut.

  1. Placement test.
    Pada langkah ini guru memberikan tes awal (pre-test) kepada siswa.
  2. Teams. 
    Langkah ini cukup penting dalam penerapan model pembelajaran TAI. Pada tahap ini guru membentuk kelompok-kelompok yang bersifat heterogen yang terdiri dari 4-5 siswa.
  3. Teaching Group.
    Guru memberikan materi secara singkat menjelang pemberian tugas kelompok.
  4. Student Creative.
    Pada langkah ketiga, guru perlu menekankan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan etiap siswa (individu) ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya.
  5. Team Study.
    Pada tahapan team study, siswa belajar bersama dengan mengerjakan LKS yang diberikan kepada kelompoknya. Pada tahapan ini guru juga memberikanbantuan secara individu kepada siswa yang membutuhkan, dengan dibantu siswa-siswa yang memiliki kemampuan akademis bagus didalam kelompok tersebut yang berperan sebagai peer tutoring (tutor sebaya).
  6. Fact Test.
    Guru memberikan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa, misalnya dengan memberikan kuis, dan sebagainya.
  7. Team Score and Team Recognition.
    Selanjutnya, guru memberikan skor pada hasil kerja kelompok dan memberikan “gelar” penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas. Misalnya dengan menyebut mereka sebagai “kelompok OK”, “kelompok LUAR BIASA”, dan sebagainya.
  8. Whole-Class Units.
    Langkah terakhir, guru menyajikan kembali materi diakhr bab dengan strategi pemecahan masalah untuk seluruh siswa di kelasnya.
    Dari uraian pembelajaran Team-Assisted Individualization di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah yang akan digunakan dalam penelitian ini menurut Shoimin (2014) karena dalam model pembelajaran Team Assisted Individualization lebih jelas. Model pembelajaran Team Assisted Individualization merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa dan memperhatikan pengetahuan awal tiap siswa untuk mencapai prestasi belajar siswa, guru berperan aktif membantu siswa secara individu.

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Team Assisted Individualization

  1. Kelebihan:
    1. Siswa yang lemah dapat terbantu dalm menyelesaikan masalahnya.
    2. Siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya.
    3. Adanya tanggung jawab dalam kelompok dalam menyelesaikan permasalahannya.
    4. Siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam suatu kelompok
    5. Mengurangi kecemasan (reduction of anxiety).
    6. Menghilangkan rasa “terisolasi” dan panic.
    7. Menggantikan bentuk persaingan (competition) dengan saling kerjasama (corporation).
    8. Melibatka siswa aktif dalam proses belajar.
    9. Mereka dapat berdiskusi (discuss), berdebat (debate), atau menyampaikan gagasan, konsep, dan keahlian sampai benar-benar memahaminya.
    10. Mereka memiliki rasa peduli (care), rasa tanggung jawab (take responsibility) terhadap teman lain dalam proses belajaranya.
    11. Mereka dapat belajar menghargai (learn to appreciate) perbedaan etnik (ethnicity), perbedaan tingkat kemampuan (performance level), dan cacat fisik (disability).
  2. Kekurangan:
    1. Tidak ada persaingan dalam kelompok.
    2. Siswa yang lemah dimungkinkan menggantungkan pada siswa yang pandai.
    3. Terhambatnya cara berfikir siswa yang mempunyai kemampuan lebih terhadap siswa yang kurang.
    4. Memerlukan periode yang lama.
    5. Sesuatu yang harus dipelajari dan dipahami belum seluruhnya dicapai siswa.
    6. Bila kerja sama tidak dapat dilaksanakan dengan baik,yang akan bekerja hanyalah beberapa murid yang pintar dan yang aktif saja.
    7. Siswa yang pintar akan merasa kebertan karena nilai yang diperoleh ditentukan oleh prestasi atau pencapaian kelompok.