Diperbarui tanggal 5/01/2022

Model Pembelajaran Discovery Based Learning

kategori Model-model Pembelajaran / tanggal diterbitkan 5 Januari 2022 / dikunjungi: 15.10rb kali

Pengertian Model Pembelajaran Discovery Based Learning

Model pembelajaran Discovery Based Learning merupakan pembelajaran yang menekankan pada pengalaman langsung dan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Bahan ajar yang disajikan dalam bentuk pertanyaan atau permasalahan yang belum diketahuinya. Jadi siswa memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan, melainkan melalui penemuan sendiri. Bruner (Kemendikbud, 2013) mengemukakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ditemukan dalam kehidupannya.

Menurut Jamil (2013) model pembelajaran penemuan (Discovery Based Learning) dibedakan menjadi dua yaitu pembelajaran penemuan bebas (free discovery learning) dan pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery learning). Tahap-tahap penemuan terbimbing adalah:

  1. Menjelaskan atau mempersiapkan siswa.
  2. Orientasi siswa pada masalah.
  3. Merumuskan hipotesis.
  4. Melakukan kegiatan penemuan.
  5. Mempresentasikan hasil kegiatan penemuan.

Model pembelajaran Discovery Based Learning menurut Wilcox (Hosnan, 2014), dalam pembelajaran dengan penemuan siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif siswa dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk siswa itu sendiri.

Prince et al. (2006), mengatakan: ”Discovery Learning is an inquiry-based approach in which students are given a question to answer, a problem to solve, or a set of observations to explain, and then
work in a largely self-directed manner to complete their assigned task and draw appropriate inferences from the outcomes, discovering the desired factual and conceptual knowledge in the process”. Menurut Prince, pembelajaran Discovery Based Learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, siswa juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi.

Wenning (2004) yang menyatakan Discovery Based Learning merupakan model pembelajaran yang menitikberatkan pada proses membangun pengetahuan dari pengalaman-pengalaman belajar yang menggunakan urutan langkah atau prosedur sehingga dapat membimbing siswa menarik kesimpulan yang benar dan valid. Bruner (Slavin, 2006) menerangkan bahwa dalam mencapai kesimpulan yang benar, siswa dihadapkan pada aktivitas merancang, memecahkan masalah, mengetahui cara dan mengapa melakukan, menganalisis, memonitor, mengevaluasi dan mengembangkan pemahaman konsepnya.

Menurut Arend (2012) model pembelajaran Discovery Based Learning memiliki enam fase yang berhubungan langsung dengan keterampilan proses.

  1. Siswa merumuskan masalah yang akan dipecahkan atau diselidiki.
  2. Siswa merumuskan hipotesis berdasarkan hasil sintesis literature-literature yang relevan atau terkait dengan rumusan masalah yang dibuat.
  3. Siswa mengumpulkan data atau informasi untuk menjawab permasalahan baik dari kajian konsep dan melalui percobaan.
  4. Siswa memberikan analisis terhadap data yang dikumpulkan.
  5. Siswa menarik kesimpulan dari analisis data.
  6. Siswa melakukan refleksi terhadap kesimpulan yang dibuat dan membandingkannya dengan hipotesis yang telah siswa rumuskan.

Penerapan model pembelajaran Discovery Based Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriental ke student oriental. Mengubah modus Ekspositori, siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus discovery, siswa menemukan informasi sendiri. Sardiman (Kemendikbud, 2013) mengungkapkan bahwa dalam penerapan model pembelajaran Discovery Based Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Sesuai dengan beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli, penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran Discovery Based Learning adalah suatu proses pembelajaran yang penyampaian materinya disajikan secara tidak lengkap dan menuntut siswa terlibat secara aktif untuk menemukan sendiri suatu konsep ataupun prinsip yang belum diketahuinya. Pada proses belajar menggunakan Discovery Based Learning siswa akan berperan menjadi berbagai macam profesi. Siswa dapat menjadi ahli matematika, detektif, scientis dan lain sebagainya yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran. Fungsi peran tersebut adalah membuat siswa merasa punya andil untuk menemukan informasi yang ditugaskan, sesuai dengan peran yang dipilihnya.

Burner (Kemendikbud, 2013) mengatakan: ”Hendaknya guru harus memberikan kesempatan siswanya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya”. Proses pembelajaran seperti ini akan memberikan siswa kesempatan untuk dapat melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Sehingga proses belajar menjadi lebih aktif dan mandiri. Guru dalam proses pembelajarannya berperan menjadi motivator, fasilitator, serta manajer pembelajaran.

Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Discovery Based Learning

Pemilihan model pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran harus diiringi dengan suatu pertimbangan untuk mendapatkan suatu kebaikan ataupun kelebihan. Menurut Kemendikbud (2013) terdapat beberapa kelebihan model pembelajaran Discovery Based Learning yaitu:

  1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilanketerampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, tergantung bagaimana cara belajarnya.
  2. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
  3. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
  4. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
  5. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
  6. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
  7. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasangagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
  8. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
  9. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.
  10. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
  11. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
  12. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.
  13. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
  14. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.
  15. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
  16. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
  17. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

Menurut Takdir (2012) bahwa beberapa kelebihan belajar mengajar dengan model pembelajaran Discovery Based Learning, yaitu:

  1. Dalam penyampaian bahan Discovery Based Learning, digunakan kegiatan dan pengalaman langsung. Kegiatan dan pengalaman tersebut akan lebih menarik perhatian siswa dan memungkinkan pembentukan konsep-konsep abstrak yang mempunyai makna.
  2. Discovery Based Learning lebih realistis dan mempunyai makna. Sebab, para siswa dapat bekerja langsung dengan contoh-contoh nyata.
  3. Discovery Based Learning merupakan suatu model pemecahan masalah. Para siswa langsung menerapkan prinsip dan langkah awal dalam pemecahan masalah. Melalui strategi ini siswa mempunyai peluang untuk belajar lebih intens dalam memecahkan masalah sehingga dapat berguna dalam menghadapi kehidupan dikemudian hari.
  4. Dengan sejumlah transfer secara langsung, maka kegiatan Discovery Based. Learning akan lebih mudah diserap oleh siswa dalam memahami kondisi tertentu yang berkenaan dengan aktivitas pembelajaran.
  5. Discovery Based Learning banyak memberikan kesempatan bagi para siswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan belajar.

Beberapa kelebihan model pembelajaran Discovery Based Learning juga diungkapkan oleh Suherman (2001) sebagai berikut:

  1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab siswa mampu berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.
  2. Siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat.
  3. Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat.
  4. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks.

Menurut Djamarah (2002) bahwa model pembelajaran Discovery Based Learning mempunyai keuntungan lain yaitu sebagai berikut.

  1. Model pembelajaran ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa.
  2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.
  3. Dapat membangkitkan kegairahan belajar mengajar para siswa.
  4. Model pembelajaran ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
  5. Mampu mengarahkan cara belajar siswa, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.
  6. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.

Beberapa kelebihan yang lain pada model pembelajaran Discovery Based Learning ini diungkapkan oleh Suryosubroto (2009) antara lain:

  1. Membantu siswa dalam mengembangkan atau memperbanyak penguasaan ketrampilan dan proses kognitif siswa.
  2. Membangkitkan gairah belajar bagi siswa.
  3. Memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak lebih maju sesuai dengan kemampuannya sendiri.
  4. Siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar.
  5. Membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepecayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan.

Menurut Kemendikbud (2013) terdapat beberapa kelemahaman penerapan model pembelajaran Discovery Based Learning yaitu:

  1. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
  2. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu siswa menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
  3. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
  4. Pengajaran Discovery Based Learning lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
  5. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa.
  6. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli, penulis menyimpulkan bahwa kelebihan dari penerapan model pembelajaran Discovery Based Learning yaitu dapat melatih siswa belajar secara mandiri, melatih kemampuan menalar siswa, meningkatkan pemahaman konsep bagi siswa, serta melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran untuk menemukan sendiri dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain. Serta kelemahan yang terdapat pada penerapan model pembelajaran ini adalah tidak semua bentuk pembelajaran bisa diterapkan oleh
model ini, hanya bentuk pembelajaran pemahaman yang lebih cocok dalam penerapan model pembelajaran ini.

Sintaks Model Pembelajaran Discovery Based Learning

Adapun beberapa prosedur aplikasi model pembelajaran Discovery Based Learning menurut Syah (Kemendikbud, 2013) adalah sebagai berikut.

  1. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
    Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner (Kemendikbud, 2013) memberikan stimulasi dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.
  2. Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)
    Pada tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin permasalahan dan agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah). Tahap ini juga merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar terbiasa menemukan suatu masalah dan merasa terlibat dalam penemuan suatu konsep. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang dihadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
  3. Data Collection (Pengumpulan Data)
    Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis. Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
  4. Data Processing (Pengolahan Data)
    Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Menurut Djamarah (Kemendikbud, 2013) bahwa semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Data processing disebut juga dengan pengkodean atau kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban atau penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
  5. Verification (Pembuktian)
    Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing. Verification menurut Bruner (Kemendikbud, 2013) bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang siswa jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
  6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
    Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsipprinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.