Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti “hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks)”. (KUBI, 2002 : 519). Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari konsep tersebut, ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari (Pitnelly, P, et al, 2021).
Dalam pembelajaran CTL siswa bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. Melalui pengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan juga psikomotor. Selain itu, materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan akan tetapi segala bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.
Latar Belakang Contextual Teaching and Learning (CTL)
- Latar belakang filosofis
CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Aliran filsafat konstruktivisme berangkat dari pemikiran epistemology Giambatista Vico (Suparno, 1997). Vico mengungkapkan: “ Tuhan adalah pencipta alam smesta dan manusia adalah tuan dari ciptaannya.” Mengetahui menurut Vico berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Artinya seseorang dikatakan mengetahui manakala ia dapat menjelaskan unsure- unsur apa yang membangun sesuatu itu. Oleh karena itu menurut Vico, pengetahuan itu tidak lepas dari orang (subyek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari subyek yang mengamati.
Selanjutnya teori filsafat konstruktivisme tentang hakikat pengetahuan mempengaruhi konsep tentang proses belajar bahwa belajar bukanlah sekedar menghafal, tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil “pemberian” dari orang lain seperti guru, tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan oleh setiap individu. Pengetahuan hasil dari pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna bagi siswa agar benar- benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotzky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002:8)
Piaget berpendapat bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skemata. Skemata terbentuk karena pengalaman. Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada (asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi). Pandangan Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognitif anak sangat berpengaruh terhadap beberapa model pembelajaran kontekstual. Menurut pembelajaran kontekstual pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemberitahuan orang lain, tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan yang demikian akan mudah dilupakan dan tidak fungsional. - Latar Belakang Psikologis
Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran aktif subjek, maka dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan Stimulus dan Respons. Belajar tidak sesederhana itu. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi dan kemampuan atau pengalaman. Apa yang tampak, pada dasarnya adalah wujud dari adanya dorongan yang berkembang dalam diri seseorang.
Sebagai peristiwa mental perilaku manusia tidak semata-mata merupakan gerakan fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah adanya faktor pendorong yang ada dibelakang gerakan fisik itu. Mengapa demikian? Sebab manusia selamanya memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya. Kebutuhan itulah yang mendorong manusia untuk berperilaku. Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat beberapa hal yang harus dipahami tentang belajar dalam konteks CTL menurut Sanjaya (2005:114) antara lain:- Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki. Oleh karena itulah, semakin banyak pengalaman maka akan semakin banyak pula pengetahuan yang mereka peroleh.
- Belajar bukan sekadar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas. Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia, seperti pola berpikir, pola bertindak, kemampuan memecahkan persoalan termasuk penampilan atau performance seseorang. Semakin pengetahuan seseorang luas dan mendalam, maka akan semakin efektif dalam berpikir.
- Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh yang bukan hanya perkembangan intektual akan tetapi juga mental dan emosi. Belajar secara kontekstual adalah belajar bagaimana anak menghadapi persoalan.
- Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari sederhana menuju yang kompleks. Oleh karena itu belajar tidak dapat sekaligus, akan tetapi sesuai dengan irama kemampuan siswa.
- Belajar pada hakikatnya adalah menagkap pengetahuan dari kenyataan. Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk kehidupan anak (Real World Learning).
Komponen Contextual Teaching and Learning (CTL)
Komponen-komponen dari CTL (Contextual Teaching and Learning) ada 7 yaitu:
- Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme (Constructivism) adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut pengembang filsafat konstruktivisme Mark Baldawin dan diperdalam oleh Jean Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hannya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya. - Menemukan (Inquiry) Menemukan (Inquiry) adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencapaian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dalam model inquiry dapat dilakukan melalui beberapa langkah sistematis, yaitu :
- Merumuskan masalah.
- Mengajukan hipotesis.
- Mengumpulkan data.
- Menguji hipotesis berdasarkan data yang dikumpulkan.
- Membuat kesimpulan.
- Bertanya (Quesrioning)
Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingin tahuan setiap individu. Sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:- Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran.
- Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
- Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
- Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang diinginkan.
- Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sendiri.
- Menggali pemahaman siswa.
- Belajar dalam Komunitas (Learning Community)
Konsep belajar dalam komunitas (Learning Community) dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, antarteman atau antarkelompok; yang sudah tahu memberi tahu kepada yang belum tahu atau yang pernah memiliki pengalaman membagi pengalamannya kepada orang lain. Inilah hakekat dari masyarakat belajar yaitu masyarakat yang saling membagi. - Pemodelan (Modeling)
Yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Proses modeling tidak sebatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoristis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme. - Refleksi (Reflection)
Refleksi (Reflection) adalah cara berpikir tentang apa yang baru di pelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang baru di terima. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. - Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Penilaian nyata (Authentic Assessment) adalah proses yang dilakukan oleh guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan oleh siswa. Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus- menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas adalah sebagai berikut:
- Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
- Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
- Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
- Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)
- Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
- Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
- Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Kelebihan dan Kelemahan Contextual Teaching and Learning (CTL)
- Kelebihan dari model pembelajaran CTL:
- Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang dimiliki sisiwa sehingga sisiwa terlibat aktif dalam PBM.
- Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu dan memecahkan masalah dan guru dapat lebih kreatif
- Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.
- Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan oleh guru.
- Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
- Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.
- Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok.
- Kelemahan dari model pembelajaran CTL :
- Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada kebutuhan siswa padahal,dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda sehinnga guru akan kesulitan dalam menetukan materi pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak sama
- Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM
- Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya
- Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL ini akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, karena dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa tergantung dari keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik mengikuti setiap pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang tertinggal dan mengalami kesulitan.
- Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan model CTL ini.
- Kemampuan setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang memiliki kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk mengapresiasikannya dalam bentuk lesan akan mengalami kesulitan sebab CTL ini lebih mengembangkan ketrampilan dan kemampuan soft skill daripada kemampuan intelektualnya.
- Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.
Karakteristik Contextual Teaching and Learning (CTL)
Terdapat enam karakteristik penting dalam proses pembelajaran CTL, yaitu:
- Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
- Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru ini diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
- Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
- Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
- Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
- Bekerjasama ( collaborating ) untuk membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka untuk mengerti bagaimana berkomunikasi/berinteraksi dengan yang lain dan dampak apa yang ditimbulkannya (Budiningsih.2005: 79)
Daftar Pustaka
Pitnelly, P., Wahyuni, S., Elisa, E., Zurweni, Z., & Malik, A. (2021). Peningkatan Kemampuan Literasi Sains Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Berbantukan Google Classroom Dimasa Pandemi Covid-19 pada Mata Pelajaran Kimia. Journal of The Indonesian Society of Integrated Chemistry, 13(1), 58-65. https://doi.org/10.22437/jisic.v13i1.14507