Diperbarui tanggal 23/Des/2021

Model Experiential Learning

kategori Model-model Pembelajaran / tanggal diterbitkan 23 Desember 2021 / dikunjungi: 10.98rb kali

Pengertian Model Experential Learning

Menurut Martin et al dalam (Anggereini, 2013:32) pembelajaran experiential learning merupakan pembelajaran yang aktif. Pembelajaran aktif melibatkan pengalaman dari individu atau kelompok itu sendiri dan melibatkan faktor psikoemosional, intelektual sebagai dasar untuk pembelajaran selanjutnya. Pembelajaran ini dimulai dari pengalaman konkrit yang relevan dimiliki seseorang. Experiental Learning Theory (ELT), yang kemudian menjadi dasar model pembelajaran experiential learning, dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal 1980-an. Model ini menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holiostik dalam proses belajar. Dalam experiential learning, pengalaman mempunyai peran sentral dalam proses belajar. Penekanan inilah yang membedakan ELT dari teoriteori belajar lainnya. Istilah “experiential” di sini untuk membedakan antara teori belajar kognitif yang cenderung menekankan kognisi lebih daripada afektif. Dan teori belajar behavior yang menghilangkan peran pengalaman subjektif dalam proses belajar (Kolb, 1984:20).

Model Experiential Learning adalah suatu model proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalamannya secara langsung. Dalam hal ini, Experiential Learning menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk menolong pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran. Experiential learning dapat didefinisikan sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan pengalaman yang secara terus menerus mengalami perubahan guna meningkatkan keefektifan dari hasil belajar itu sendiri.

Tujuan dari model ini adalah untuk mempengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu; 1) mengubah struktur kognitif siswa, 2) mengubah sikap siswa, dan 3) memperluas keterampilan-keterampilan siswa yang telah ada. Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan memengaruhi seara keseluruhan, tidak terpisah-pisah, karena apabila salah satu elemen tidak ada, maka kedua elemen lainnya tidak akan efektif. Salah satu model pembelajaran yang tepat ialah dengan menggunakan model pembelajaran Experiential Learning, dimana model pembelajaran ini menekankan bahwa semua siswa dapat belajar dari pengalamannya. Menurut Kolb dalam Baharuddin dan Wahyuni (2007: 65) berpendapat bahwa, model Experiential Learning adalah suatu model proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajaran untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalamannya secara langsung.

 

Tahap-tahap model experiential learning

Menurut McShane (dalam Anggereini, 2013:36) tahapan model experiential learning meliputi:

  1. Concrete Experience: belajar dari pengalaman-pengalaman yang spesifik.
  2. Reflective Observation: mengamati sebelum membuat suatu keputusan dengan mengamati lingkungan dari prespektif yang berbeda. Memandang dari berbagai hal untuk memperoleh makna.
  3. Abstrack Conceptualization: analisa logis dari gagasan dan bertindak sesuai pemahaman pada suatu situasi.
  4. Active Experimentation: kemampuan untuk melaksanakan berbagai hal dan melakukan tindakan.

Keempat unsur tersebut diwujudkan dalam suatu model Experential Learning seperti gambar berikut ini:

Siklus belajar dapat dimulai dari keempat unsur di atas. Siklus tersebut harus benar diikuti sebagai suatu rangkaian spiral atau siklus yang secara terus-menerus, namun disarankan bahwa proses pembelajaran sering dimulai dengan tindakan tertentu dan kemudian melihat efek tindakan dalam situasi tersebut. Setelah itu, langkah kedua adalah memahami efek tindakan dalam contoh tertentu sehingga apabila tindakan yang sama dialami dalam situasi berbeda akan dapat mengantisipasinya (Kolb, 1984:22). Menurut bentuk informasi yang digunakan, anda dapat memisahkan dan
mengklasifikasi media penyaji dalam lima kelompok besar, yaitu media visual diam, media visual gerak, media audio, media audio visual diam, dan media audio visual gerak. Klasifikasi media ini dapat menjadi landasan untuk membedakan proses yang dipakai untuk menyajikan pesan, bagaimana suara dan atau gambar itu diterima, apakah melalui penglihatan langsung, proyeksi optik, proyeksi elektronik atau telekomunikasi.

Sementara Edgar Dale mengadakan klasifikasi menurut tingkat dari yang paling konkrit sampai yang paling abstrak antara pengalaman langsung, visual dan verbal dalam menanamkan suatu konsep atau pengertian (Hosnan, 2014:169).

 

Klasifikasi tersebut kemudian dikenal dengan nama “kerucut pengalaman” dari Edgar Dale. Kerucut pengalaman ini dianut secara luas dalam menentukan media, alat bantu serta alat peraga yang paling sesuai untuk pengalaman belajar (Fien, 1994:24). Prosedur pembelajaran dalam experiential learning menurut Fien (1997:27) terdiri dari 4 tahapan, yaitu; 1) tahapan pengalaman nyata, 2) tahap observasi refleksi, 3) tahap konseptualisasi, dan 4) tahap implementasi. Dalam tahapan tersebut proses belajar dimulai dari pengalaman konkret yang dialami seseorang. Pengalaman tersebut kemudian direfleksikan secara individu. Dalam proses refleksi seseorang akan berusaha memahami apa yang terjadi atau apa yang dialaminya. Refleksi ini menjadi dasar konseptualisasi atau proses pemahaman prinsip-prinsip yang mendasari pengalaman yang dialami serta prakiraan kemungkinan aplikasinya dalam situasi atau konteks yang lain (baru). Proses implementasi merupakan situasi atau konteks yang memungkinkan penerapan konsep yang sudah dikuasai.

Menurut Nasution dalam Hosnan (2014:167) experiential learning theory adalah proses belajar aktif. Agar proses belajar mengajar efektif, seorang siswa harus memiliki 4 kemampuan yaitu Concrete Experience, Reflection Observation, Abstract Conceptualization, dan Active Experimentation. Kemampuan siswa dan proses belajar tersaji dalam tabel sebagai berikut:

Tabel Kemampuan Siswa Dalam Proses Belajar Experiential Learning

KemampuanUraianPengutamaan
Concrete Experience (CE)Siswa melibatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman baruFeeling (perasaan)
Reflection Observation (RO)Siswa mengobservasi dan merefleksikan atau memikirkan pengalaman dari berbagai segiWatching (mengamati)
Abstract Conceptualization (AC)Siswa menciptakan konsep-konsep yang mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehatThinking (berpikir)
Active Experimentation (AE)Siswa menggunakan teori untuk memecahkan masalah-masalah dan mengambil keputusanDoing (berbuat)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa model pembelajaran experiential learning merupakan model pembelajaran yang memperhatikan atau menitikberatkan pada pengalaman yang akan dialami siswa. Siswa terlibat langsung dalam proses belajar dan siswa mengkonstruksi sendiri pengalamanpengalaman yang didapat sehingga menjadi suatu pengatahuan. Siswa akan mendapatkan pengalaman-pengalaman yang berbeda dari apa yang mereka telah pelajari, hal ini karena perbedaan dan keunikan dari masing-masing gaya belajar masing-masing siswa.

Langkah-langkah Pembelajaran Experiential Learning

Model pembelajaran Knisley (2002:5) yang berhubungan erat dengan gaya belajar Kolb. Adapun langkah-langkah pembelajaran mengacu pada istilah yang digunakan Felder yakni:

  1. Tahap konkrit-reflektif, siswa bertindak sebagai allegorized. Suatu konsep baru dideskripsikan dengan cara pengibaratan ke dalam konsep-konsep yang telah diketahui dengan baik.
  2. Tahap konkrit-aktif, siswa bertindak sebagai integrators. Mengadakan percobaan matematika yang menuntun siswa dalam bentuk konsep baru. Pada tahap ini siswa mengeluarkan gagasan untuk menyelesaikan percobaan matematika bagaimana konsep baru tersebut dapat terbentuk.
  3. Tahap abstrak-reflektif, siswa bertindak sebagai annalizer. Merefleksikan hasil percobaan matematika ke dalam konsep baru yang abstrak. Pada tahap ini siswa terlatih lancer mengungkapkan gagasan-gagasannya dalam merefleksikan hasil percobaan matematika hingga terbentuk konsep baru yang abstra berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan.
  4. Tahap abstrak-aktif, siswa bertindak sebagai synthesizers. Pada tahap ini, siswa telah menguasai konsep dan dapat menggunakannya untuk memecahkan masalah dan mengembangkan strategi. Siswa menjadikan konsep baru yang telah didapatkan sebagai suatu alat memecahkan masalah

Fathurrohman (2015:134-135) mengungkapkan langkah-langkah model pembelajaran Experiential Learning adalah sebagai berikut:

  1. Concrete Experience (felling) yaitu belajar dari pengalaman-pengalaman yang spesifik, atau peka terhadap situasi.
  2. Reflective observation (waching) yaitu mengamati sebelum membuat suatu keputusan dengan mengamati lingkungan dari perspektif-perspektif yang berbeda.
  3. Abstrct conceptualitation (thinking) yaitu analisis logis dari gagasan-gagasan dan bertindak sesuai pemahaman pada suatu situasi.
  4. Active experimentation (doing) yaitu kemampuan untuk melaksanakan berbagai hal dengan orang-orang dan melakukan tindakan berdasarkan peristiwa. Termasuk pengambilan resiko. Implikasi itu yang diambilnya dari konsep-konsep itu dijadikan sebagai pegangannya dalam menghadapi pengalaman-pengalaman baru.

Menurut Hamalik (2001:213) mengungkapkan langkah-langkah model pembelajaran Experiential Learning sebagai berikut:

  1. Tahap persiapan
    1. Guru merumuskan secara seksama suatu rencana pengalaman belajar yang bersifat terbuka (open minded) yang memiliki hasil-hasil tertentu..
    2. Guru bisa memberikan rangsangan dan motivasi pengenalan terhadap pengalaman.
  2. Tahap Inti
    1. Siswa dapat bekerja secara individual atau bekerja dalam kelompok-kelompok kecil atau keseluruhan kelompok di dalam belajar berdasarkan pengalaman dan bukan dalam situasi pengganti.
    2. Kemudian para siswa ditempatkan di dalam situasi nyata pemecahan masalah.
    3. Siswa aktif berpartisipasi di dalam pengalaman yang tersedia, membuat keputusan sendiri ataupun kelompok, menerima konsekuensi berdasarkan keputusan tersebut.
  3. Tahap Akhir
    Pada kegiatan penutup, Keseluruhan kelas menyajikan pengalaman yang telah dipelajari sehubungan dengan materi yang diajarkan untuk memperluas belajar dan pemahaman guru melaksanakan pertemuan yang membahas macam-macam pengalaman tersebut.

Kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:

  1. Kelebihan Model Eperiential Learning
    Kelebihan model experiential learning adalah Pada model experiential learning hasilnya dapat dirasakan bahwa pembelajaran lewat pengalaman lebih efektif dan dapat mencapai tujuan secara maksimal.
  2. Kelemahan Model Experiential Learning
    Kelemahan dari model experiential learning yaitu, Kelemahan model experiential learning ini terletak pada bagaiamana Kolb menjelaskan teori ini masil luas cakupannya dan tidak dapat dimengerti secara mudah sehingga masih sedikit yang mengaplikasikan model pembelajaran ini.