Sandpaper letters
Pengertian Media Sandpaper letters
Sandpaper letters merupakan sebuah media yang khusus diciptakan untuk pengenalan huruf bagi anak. Montessori menggunakan sandpaper letters untuk melatih anak dalam pengenalan huruf meliputi nama, suara dan bentuk huruf secara kongkret (Guttek, 2013: 71). Pada prinsipnya mengajarkan pengenalan huruf dalam pembelajaran tidak akan terlepas dari pengenalan nama, bunyi dan bentuk huruf, pada saat guru menyajikan sebuah huruf pada anak dan mengucapkan bunyinya anak akan menyimpan gambaran huruf ini melalui indera visual, dan juga melalui indera otot dan sentuhan. Kemudian anak menghubungkan bunyi dengan tanda relatifnya yaitu anak menghubungkan bunyi dengan tanda grafis dari huruf tersebut (Guttek, 2013: 73).
Gambar 1. Media Pembelajaran Sandpaper letters
Tujuan Penggunaan Media Sandpaper letters
Menurut Arief S Sadiman (2006: 12) proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi untuk menyampaikan pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan adalah komponen komponen proses komunikasi. Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran atau didikan yang ada dalam kurikulum. Isi ajaran dan didikan yang ada di kurikulum dituangkan oleh guru atau sumber lain ke dalam simbol-simbol komunikasi secara verbal ataupun non verbal. Secara umum media mempunyai kegunaan seperti:
- memperjelas penyajian pasanagan tidak terlalu verbalistis,
- mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera,
- penggunaan media secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak,
- sifat unik anak dan lingkungan berbeda penggunaan media untuk memberi perangsang yang sama, mempersamakan pengalaman, meninbulkan persepsi sama (Arif S Sadiman dkk, 2006: 18).
Fungsi dari media pembelajaran sandpaper letters tersebut adalah sebagai daya tarik sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan lebih menarik, siswa lebih bergairah dan termotivasi dalam menjalani proses pembelajaran, serta materi yang disampaikan pun dapat diserap oleh siswa dengan baik. Menurut Oemar Hamalik (2006: 15) bahwa guru harus memiliki pengetahuan tentang media sandpaper letters yaitu adalah sebagai berikut:
- Media sebagai alat komunikasi agar proses belajar mengajar lebih efektif.
- Fungsi media untuk mencapai tujuan pendidikan
- Pengetahuan media tentang proses-proses belajar
- Metode mengajar mempunyai hubungan yang erat dengan media pendidikan.
- Manfaat media pendidikan dalam pembelajaran
- Memilih dan menggunakan media
- Jenis-jenis alat dan teknik media
- Media dalam setiap mata pelajaran
- Inovasi dalam media
Media berperan penting sebagai daya tarik dalam kegiatan proses belajar mengajar, dan media akan mempermudah guru dalam memberikan pemahaman kepada anak tentang sesuatu hal. Dengan adanya media maka akan diperoleh hasil optimal, dan pembelajaran akan lebih efektif dan menyenangkan.
Prinsip-Prinsip Media sandpaper letters
Media sandpaper letters memiliki prinsip yang sangat memfokuskan anak sebagai childern center dan orang dewasa sebagai pembimbing. Terdapat 4 prinsip dasar metode montessori, diantaranya:
Kebebasan
Media sandpaper letters dilandaskan pada kebebasan, yaitu kebebasan yang disiplin, bebas tetapi disiplin. Kebebasan yang sepertinya belum dipahami dengan baik di seluruh dunia, pada dasarnya manusia memiliki kekuatan untuk merasakan naluri esensi dari kebebasan ini. Seperti halnya seekor burung yang terbang bebas di udara untuk mencari makan, seekor burung akan lebih senang di luar bebas, dibandingkan ketika seekor burung berada disangkar dan di beri makan oleh manusia, karena keberadaannya di sangkar tidaklah suatu hal membahagiakan, justru akan membuatnya merasa terpenjara dan besar kemungkinan akan terjadi kematian. Dalam konteks anak, kebebasan disini adalah kebutuhan untuk menyempurnakan gerakan-gerakan yang lebih kompleks yang membutuhkan organisasi otot lebih baik (Maria, 2014: 401).
Maka, kebebasan apa saja yang harus diberikan pembimbing kepada anak dalam lingkungan, yaitu:
- Kebebasan, bergerak anak diberi kebebasan untuk bergerak kemana saja baik di dalam ruangan maupun dilingkungan luar
- Kebebasan, memilih anak bebas untuk memilih aktifitasnya sendiri dalam kelas
- Kebebasan, berbicara anak bebas berbicara dengan siapapun yang ia mau
- Kebebasan untuk tumbuh anak memiliki kebebasan untuk tumbuh dan mengembangakan kemampuan mental dalam lingkungannya
- Bebas untuk menyayangi dan di sayangi
- Bebas dari bahaya anak diberi pengetahuan melalui pelatihan, bagaimana membawa barang mainan dengan cara yang benar, yang jika tidak demikian, maka akan membahayakan dirinya.
- Bebas dari persaingan tidak ada kompetisi, hadiah atau hukuman dalam metode montessori. Keberhasilan anak tidak dinilai menurut sudut pandang orang dewasa.
Motivasi instrinsik merekalah yang mendorong dirinya untuk melakukan aktifitas terbaik. Kepuasan mereka adalah berhasilnya kegiatan yang sudah terselesaikan secara tuntas.
Bebas dari Tekanan
Anak tidak dipaksa untuk melakukan hal yang tidak disukainya, atau suatu hal yang belum sesuai dengan usianya, anak diberi tugas sesuai perkembangan diri dan kecepatan dirinya. Anak tidak diharuskan dapat mencapai sesuatu dengan sempurana dan tidak diharuskan untuk mncapai sesuatu yang disamakan dengan teman lainnya (Maria, 2014: 401).
Meskipun anak diberi kebebasan, namun ada batasan, ataupun arahan dalam pemberian aktivitas pada anak, diantaranya sebagai berikut:
- Anak bebas untuk melakukan aktivitas apapun selagi tidak melanggar dan merampas hak orang lain, anak harus bisa menghormati orang lain.
- Mengormati barang mainan atau alat peraga. Anak dapat melakukan alat peraga sejauh untuk melakukan aktivitas yang terpenting tidak merusak barang/alat perga yang sudah disediakan, anak seyogyanya bisa menjaga alat perga tersebut, namun tetap atas dasar pengawasan dan bimbingan dari orang dewasa.
- Menghormati lingkungan, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Anak di bimbing untuk saling menyayangi sesama temannya, menghormati pembimbing, orang tua dan orang-orang disekitarnya dengan berlaku sopan dan penuh penghargaan. Intinya anak diarhkan untuk dapat memperlakukan sebua objek dengan penuh kasih sayang, perhatian dan penghargaan.
- Menghormati diri sendiri, anak diarahkan dapat menghormati dirinya, tidak hanya menghormati lingkungan eksternalnya, yaitu dengan dirahkan bahwa setiap diri individu harus menjaga diri dengan baik, baik secara fisik maupun psikis. Dan hal ini tidak lepas dari pengarahan pembimbing dan orang tuanya.
Pilihan-pilihan bebas yang dipilih oleh anak-anak memungkinkan pembimbing untuk mengamati kebutuhan kebutuhan dan kecenderungan kecenderungan psikis anak. Prinsip kebebasan ini tidak hanya memungkinkan anak untuk tumbuh dan berkembang secara bebas, tetapi memungkinkannya berkembang secara khas menurut ciri kepribadiannya. Anak tidak menyerahkan dirinya pada kekuatan luar yang hendak memaksa dan membentuknya dari luar sebagai sebuah kekuatan luar yang memandunya. Kebebasan akan menunjang anak memiliki kekuatan secara mental dan spiritual, tidak hanya kekuatan secara fisik. Faktor jasmani sesungguhnya merupakan faktor sekunder, karena jasmani yang lebih kuat dan lebih sempurna akan menuntut sebuah pertumbuhan yang seimbang dari jiwa dan kecerdasan. Maka faktor yang utama adalah bahwa manusia memiliki didalam jasmaninya sebuah pikiran dan jiwa yang dapat mencapai kemajuan peradaban (Maria, 2014: 179). Inilah jiwa-jiwa yang akan dibutuhkan di masa depan, karena secara umum anak selalu difasilitasi bagaimana menemukan ciri khas dan potensi yang dimiliki seorang anak.
Kemandirian
Kemandirian adalah segala sesuatu yang di kerjakan oleh diri sendiri. Seorang bisa benjadi bebas, karena ia mandiri, karenanya, manifestasi aktif pertama dari kemerdekaan individu anak harus dipandu dengan baik, sehingga melalui kegiatan ini anak dapat mencapai kemandirian. Misal, seorang anak yang disapih, tidak lain adalah usaha untuk menjadikan anak tumbuh mandiri, tidak bergantung pada ASI yang di berikan oleh ibunya, melainkan anak bisa memilih beragam makanan lainnya, memilih makanan yang disukainya. Meskipun demikian, anak belum cukup mandiri secara keseluruhan, karena ada hal lain, seperti ia belum mampu berjalan dengan baik dan karenanya belum dapat mandi dan mengenakan pakaian sendiri, belum bisa meminta sesuatu dengan bahasa yang jelas. Dalam periode ini ia masih bergantung dengan orang-rang disekitarnya. Akan tetapi pada usia tiga tahun, anak harus mampu lebih mandiri dan bebas.
Pada masa peradaban dimana ada pelayan-pelayan, konsep tentang kemandirian tidak dapat berkembang dengan bebas dan memahami landasan dari kemandirian. Sudah dijelaskan diatas bahwa kemandirian adalah melakukan sesuatu dengan sendiri, selama masih bisa dilakukan oleh sendiri. Misal, pada seorang majikan yang bergantung pada pelayan, sebenarnya pelayan bukanlah orang-orang yang bergantung kepada majikannya, yang bergantung justru seorang majikan kepada pelayan. Maka dari itu pelayan sebenarnya lebih mandiri dan merdeka dibandingkan majikannya. Setiap tindakan agar mampu mengarahkan anak, harus cenderung membantu anak-anak untuk meniti jalan menuju kemandirian. Pembimbing hendaknya membantu anak untuk belajar berjalan tanpa dibantu, berlari, menaiki dan menuruni tangga, mengambil benda-benda yang jatuh, mengenakan dan melepas pakaian sendiri, mandi sendiri, berbicara dengan jelas, dan menyampaikan kebutuhan-kebutuhan mereka dengan jelas. Ketika terbiasa melayanai anak-anak, ini bukan hanya sebuah tindakan budak terhadap mereka, tetapi ini juga berbahaya, karena hal ini cenderung menghalangi aktivitas yang spontan dan berguna bagi mereka. Dengan demikian secara tidak langsung, berarti orang dewasa atau orang tua menganggap anak-anaknya seperti boneka. Tugas orang dewasa atau pembimbing disini adalah membantunya dalam melakukan kegiatan-kegiatan tersebut sehingga anak mampu menguasai keterampilan-keterampilan secara alami. memang, mengajari kemandirian pada anak lebih sulit dibandingkan dengan hanya melayani anak. Tetapi meskipun hal itu lebih mudah, namun efeknya sangat berbahaya bagi anak, karena ia menutup jalan dan memberikan penghalang tembok yang tinggi di jalur kehidupan yang ditempuh oleh anak.
Media sandpaper letter memelihara kemandirian ini melalui dua cara. Pertama, dalam jangka pendek, maksudnya memberikan kebebasan dan kemandirian dalam belajar. Kedua, dalam jangka panjang, metode ini membantu anak untuk memperoleh perangkat yang dibituhkan dalam hidup, yaitu keterampilan dan kemampuan yang mampu memperluas pilihan hidup seseorang, serta membuatnya bebas dari ketergantungan terhadap orang lain. Saat anak masih terbilang baru dilingkungan montessori, pembimbing atau orang tua akan menawarkan pilihan mudah secara verbal antara dua pengalaman yang jelas berlawanan, misalnya pilihan antara aktivitas tenang seperti bermain “bingkai baju” dan satu aktivitas energik seperti membersihakan permulaan seluruh meja didalam ruangan. Untuk membantu anak menangkap gagasan bahwa pengambilan keputusan yang matang perlu melibatkan evaluasi diri, penting bagi pembimbing untuk memberikan aktivitas-aktivitas awal yang jelas berbeda, menyajikan suatu kontras yang bisa dengan mudah dipahami oleh anak.
Jenis kemandirian selanjutnya, yaitu yang dipelihara oleh lingkungan montessori adalah ditanamkannya berbagai keterampilan dan ilmu pengetahuan yang dapat membantu seseorang untuk hidup mandiri, seperti kemampuan menulis, membaca, berhitung, geografi, sopan santun, keluwesan jasmani dan keterampilan rumah tangga. Media sunpaper letter menandai pertumbuhan anak secara bertahap menjuju kemandirian sebagai suatu pembebasan yang berkelanjutan menjuju ruang baru yang lebih besar untuk beradaptasi. Dalam lingkungan montessori, ada baiknya pembimbing untuk memahami kemajuan anak melalui kerangka ini. Hal ini menandakan bahwa orang dewasa (guru, orang tua), selaku
pembimbing, dapat membekali anak untuk mengatasi setiap adaptasi dengan ruang kecerdasan bawaan, kemudian secara bertahap menuntutnya untuk muncul dan keluar mengahadapi ruang lebih luas dengan berbagai peluang dan tantangan yang baru.
Penghapusan Hadiah dan Bentuk-Bentuk Hukuman Luar
Media sunpaper letter tidak menggunakan bentuk hadiah ketika anak mendapatkan keberhasilan dalam aktivitasnya, karena menurut Maria (2014: 201) hadiah-hadiah dan bentuk-bentuk hukuman akan menyusul secara alami. Manusia yang didisiplinkan melalui kemerdekaan, mulai menginginkan kesejatian dan satu-satunya hadiah adalah kemunculan kekuatan dan kemerdekaan manusia di dalam jiwanya yang menjadi sumber daya bagai aktivitas-aktivitasnya.
Ketika diaplikasikan kepada anak-anak maka pengarhaaannya berupa memberikan kebebasan agar anak berkativitas, saat anak melakukan kesalahan maka anak menyadarinya dan memperbaiki kesalahan, kesalahan tersebut dijadikan sebgai proses pembelajaran dalam hidupnya hal ini merupakan motivasi instrinsik yang akan tertanam dalam memori anak lebih lama jiga dibandigkan dengan hadiah ekstrinsik yang hanya terasa sesaat. Montessori menumbuhakan motivasi anak secara tepat yaitu menggunakan kendali, kesalahan, pengulangan dan pengevaluasian, bukan dengan hadiah ekstrinsik.
Disiplin
Disiplin harus muncul melalui kemerdekaan. Kemerdekaan adalah kegiatan. Ini adalah sebuah prinsip besar. Jika disiplin dilandaskan pada kemerdekaan atau kebebasan, maka disiplin itu sendiri harus bersifat aktif. Disiplin itu bukan ketika seseorang dibuat diam seperti orang bisu dan dibuat tak bergerak seperti orang lumpuh. Cara seperti itu bukan arti disiplin dan mendisiplinkan, tetapi menihilkan. Prinsip-prinsip semacam ini harus ditempatkan di sekolah dan di rumah, karena hal ini bermanfaat untuk anak-anak yang sedang memperlihatkan manifestasi psikis pertama dalam kehidupan mereka. Maka agar setiap tindakan pembimbing dapat mujarab, maka tindakan itu haruslah yang cenderung membantu menuju penjabaran yang utuh dari kehidupan. Agar menjadi berguna, harus dihindari kegiatan yang menghalangi gerakan-gerakan yang spontan dan pembebanan tugas-tugas secara sewenang-wenang. Pembimbingpun tentunya paham bagaimana mendisiplinkan anak-anak. Gerakan anak-anak dari keadaan ketertiban menjadi lebih terkoordinasi dan sempurna seiring perjalanan waktu, bahkan mereka belajar untuk bercermin pada tindakan-tindakan mereka sendiri.
Keterkaitan Media Sandpaper Later dengan kemampuan mengenal huruf
Sandpaper letters merupakan sebuah media yang khusus diciptakan untuk pengenalan huruf bagi anak. Montessori menggunakan Sandpaper Letters untuk melatih anak dalam pengenalan huruf meliputi nama, suara dan bentuk huruf secara kongkret (Guttek, 2013). Pada prinsipnya mengajarkan pengenalan huruf dalam pembelajaran tidak akan terlepas dari pengenalan nama, bunyi dan bentuk huruf, pada saat guru menyajikan sebuah huruf pada anak dan mengucapkan bunyinya anak akan menyimpan gambaran huruf ini melalui indera visual, dan juga melalui indera otot dan sentuhan. Kemudian anak menghubungkan bunyi dengan tanda relatifnya yaitu anak menghubungkan bunyi dengan tanda grafis dari huruf tersebut (Guttek, 2013).
Anak-anak membutuhkan sebuah media dalam sebuah proses pembelajaran, khususnya anak usia empat sampai lima tahun yang masih kongkret pemikirannya, anak-anak masih kesulitan membayangkan sesuatu yang belum pernah anak lihat atau rasakan. Kaitannya dalam pengenalan huruf, anak bukan hanya perlu dikenalkan huruf namun anak perlu mengetahui makna tiap huruf secara langsung agar anak dapat mempersepsikan setiap huruf dengan baik. Ketika anak belajar nama huruf sesungguhnya anak belajar tentang bunyi yang dihasilkan oleh huruf tersebut. Apabila anak telah memahami tentang kesesuaian antara simbol dan bunyi maka kelak akan mudah untuk belajar membaca secara formal. Kesesuaian simbol bunyi adalah kemampuan untuk menghubungkan antara bunyi huruf dan bentuk huruf. (Seefeldt & Wasik 2008:332). Pendapat tersebut diperkuat dengan pendapat Kementrian Pendidikan Nasional (2010) yang menyatakan bahwa dalam kurikulum TK/RA tahun 2010 anak usia 5-6 tahun dikatakan dapat mengenal huruf dengan baik apabila anak telah mampu untuk menunjukan lambang huruf dilingkungan sekitar anak mampu menghubungkan gambar atau benda dengan lambang huruf yang sesuai, serta membaca dengan gambar yang memiliki kalimat yang sederhana.