Penyakit Jantung Koroner
Pengertian Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Penyakit jantung Koroner adalah obstruksi arteri koroner yang disebabkan oleh atherosclerosis yaitu bentuk proses inflamatori yang komplek dari arteri koroner oleh akumulasi lemak, macrophag dan jaringan fibrosa yang menyebabkan plag intima pada arteri koroner yang berukuran besar dan sedang menyebabkan penyempitan sehingga terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan demand oksigen otot jantung (Kumar & Clarks, 2012). Menurut American Heart Association (AHA), penyakit jantung koroner dalam bahasa Inggris disebut sebagai Coronary Artery Disease (CAD) merupakan istilah umum untuk penumpukkan plak pada arteri koroner yang dapat menyebabkan serangan jantung.
Pembentukan plak dapat dikenal dengan istilah ateroklerosis. Yang mana ateroklerosis merupakan kondisi pembuluh darah koroner jantung memiliki perubahan intima arteri yang merupakan akumulasi lemak, karbohidrat kompleks, darah, jaringan fibrous serta kalsium yang selanjutnya diikuti oleh perubahan koroner (AHA, 2013). Penyakit jantung koroner merupakan gangguan fungsi jantung akibat kurangnya suplai oksigen ke otot-otot jantung. Kondisi ini disebabkan oleh penyempitan atau sumbatan/plak di pembuluh darah koroner, atau dikenal sebagai aterosklerosis arteri koronaria.
Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab kematian utama di dunia dengan prevalensi morbiditas tinggi. Di Amerika pada tahun 2010, lebih dari 11 juta penduduk menderita PJK, sedangkan di UK lebih dari 1,4 juta orang menderita nyeri dada dan sebanyak 3% adalah PJK yang sedang dirawat di England Hospital, yang mana telah tercatat 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 8 perempuan meninggal dunia akibat penyakit jantung koroner (Kumar & Clark, 2012). Menurut AHA (American Heart Association) pada Mei 2012 sebagian besar kematian PJK adalah penderita dengan riwayat Diabetes Melitus (DM) sebanyak 65%. Di asia, khususnya Singapura angka kejadian penyakit jantung koroner meningkat dari yang awalnya tidak bermakna menjadi penyebab kematian (Singapore Heart Foundation, 2013). Sedangkan di Indonesia PJK merupakan pembunuh nomor satu dan setiap tahunnya memiliki kecenderungan kenaikan. Presentase prevalensi PJK adalah 1,6% pada tahun 2013 yang mana didalamnya terdapat pasien PJK dengan DM, bahkan hanya dalam satu tahun terdapat 500 orang pasien PJK yang melakukan bedah jantung. Prediksi peningkatan yang terus signifikan ini akan terjadi setiap tahunnya pada kasus yang sama (Kemenkes RI, 2013).
Etiologi Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner merupakan penyempitan, penyumbatan, maupun kelainan pembuluh arteri koroner pada jantung. Yang mana penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah ini dapat menghentikan aliran darah menuju otot jantung yang ditandai dengan rasa nyeri pada dada. Pada kondisi yang sudah parah, kemampuan jantung untuk memompa darah dapat hilang. Sehingga hal ini dapat merusak sistem irama jantung dan berakhir dengan kematian (Hermawati dkk, 2014).
Penyempitan atau pengerasan pembuluh darah pada arteri koroner biasa disebut dengan atherosclerosis merupakan penyebab yang paling sering ditemukan pada penyakit arteri koroneria. Aterosklerosis ini sendiri terbagi atas beberapa jenis, yaitu; Arteriosklerosis (pengerasan dinding pembuluh darah arteri), Arterioloklerosis (pengerasan dinding pembuluh darah arteri oleh pembuluh arteri kecil), dan Atheroma Atherosklerosis (pengerasan ujung pembuluh darah kecil). Yang mana penyebab paling umum dari terbentuknya aterosklerosis adalah faktor prilaku yang tidak sehat seperti kurang aktivitas fisik secara rutin serta pola makan yang salah (Irianto, 2014).
Penyumbatan pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh Trombus. Yang mana trumbus merupakan bekuan darah yang terdiri atas trombosit, fibrin, serta sel darah merah dan sel darah putih yang biasa terbentuk di dalam sistem vaskuler seperti arteri, vena, ruang jantung, serta katup jantung. Pembentukan trombus tidak dapat lepas dari Trias Virchow, yaitu; cedera endotel, aliran darah yang lambat, serta peningkatan koagulabilitas. Jika dinding pembuluh darah mengalami cidera, lapisan endotel akan menarik trombosit serta mediator inflamasi lain yang dapat menstimulasi pembentukan pembekuan darah. Aliran darah yang lambat juga akan memudahkan terbentuknya trombus akibat berkumpulnya trombosit dan faktor lainnya dan melekat pada dinding pembuluh darah. Konsekuensi dari terbentuknya trombus adalah trombus yang terlepas dapat bermigrasi sepanjang sistem sirkulasi hingga tersangkut pada pembuluh darah yang lebih kecil (Kowalak-Welsh-Mayer, 2017).
Semakin meningkatnya usia seseorang maka akan semakin berpotensi untuk menderita penyakit jantung koroner karena dalam jangka waktu tersebut terjadi penumpukkan flak dan terjadi proses kerapuhan dinding pembuluh darah yang semakin panjang. Jenis kelamin laki - laki lebih beresiko mengalami penyakit jantung koroner dibandingkan perempuan. Tekanan Darah Tinggi Pada pasien hipertensi ditemukan defect dalam regulasi pengendalian tekanan darah,Jantung bisa berkontribusi dalam terjadinya hipertensi melalui mekanisme peningkatan cardiac output dan curah jantung akibat aktivitas berlebih dari saraf simpatis,pembuluh darah berkontribusi dalam hipertensi melalui resisten pembuluh darah perifer akibat terjadinya konstruksi karena peningkatan aktivitas simpatis, regulasi abnormal dari tonus vaskuler oleh nitrit oksida, endotelin, serta faktor-faktor natriuretik, defek kanal ion di otot polos pembuluh darah. Hiperlipidemia yaitu tingginya kadar lemak dalam darah (kolesterol, trigliserida maupun keduanya), lemak atau lipid yakni zat yang kaya energi, berfungsi sebagai sumber energi untuk proses metabolisme tubuh. Klien mempunyai kadar kolestrol >300 ml/dl mempunyai risiko 4 kali menderita PJK memiliki kadar 200 ml/dl.
Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner
Perkembangan PJK dimulai dari adanya penyumbatan pada pembuluh jantung oleh plak. Penyumbatan pembuluh darah ini awalnya disebabkan oleh peningkatan kadar kolestrol LDL (low-density lipoprotein) dalam darah yang berlebihan dan akhirnya menumpuk pada dinding arteri sehingga aliran darah terganggu (Al fajar, 2015). Plak yang terdiri atas lemak serta jaringan fibrosa secara perlahan membuat lumen arteri koronaria semakin sempit sehingga pasokan darah yang mengalir melalui arteri tersebut berkurang sehingga terjadi iskemia miokard (Kowalak-Welsh-Mayer, 2017).
Iskemia sepintas menyebabkan perubahan yang masih reversibel atau dapat kembali seperti semula pada sel maupun jaringan. Akan tetapi, apabila tidak segera diatasi keadaan tersebut dapat menyebabkan cedera atau nekrosis jaringan. Dalam waktu beberapa menit, kekurangan oksigen dapat membuat miokardium untuk beralih dari metabolisme aerob menuju metabolisme anaerob yang menyebabkan penumpukan asam laktat serta penurunan pH sel. Kombinasi hipoksia, penurunan ketersediaan energi, serta asidosis dengan cepat dapat merusak fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada otot jantung akan menurun ditambah pada dinding ventrikel terjadi gerakan yang abnormal sehingga darah yang dialirkan setiap kontraksi berkurang (Kowalak-Welsh-Mayer, 2017).
Patofisiologi penyakit jantung koroner meliputi berbagai kondisi patologi yang dapat menghambat aliran darah dalam arteri yang mensuplai jantung. Pada awalnya penyakit jantung koroner terjadi karena adanya penyumbatan pembuluh darah yang disebabkan oleh plak yang terjadi karena kadar kolesterol LDL yang relatif tinggi lalu menumpuk pada bagian dinding arteri dan mengganggu aliran darah serta dapat merusak pembuluh darah. Penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah di sebut Aterosklerosis.
Menurut Majid patologi penyakit jantung koroner dapat dilihat sebagai berikut:
- Iskemia Keadaan ini ditandai dengan kekurangan kesediaan oksigen yang bersifat sementara dan reversibel.
- Angina Pektoris Adalah gejala disertai kelainan morfologis secara permanen pada miokardium. Gejala yang menjadi ciri khas yaitu nyeri bagian dada dengan tekanan berat, panas dan seperti diremas. Terjadinya angina dikarenakan meningkatnya kebutuhan oksigen akan miokardium, latihan fisik, stress dan udara dingin.
- Infark Miokardium. Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark miokardium mempunyai fungsi bisa mengalami perubahan bagian iskemia yakni terjadinya data kontraksu menurun, terjadi gerakan abnormal menurun, terjadinya perubahan dinding ventrikel kembang, fraksi ejeksi berkurang, curah sekuncup berkurang dan volume akhir diastolik dan sistolik berkurang bagian ventrikel dan tekanan akhir ventrikel kiri diatolik meningkat.
- Payah Jantung Keadaan ini diakibatkan terdapat beban volume darah secara berlebihan dari bagian struktur jantung. Keadaan ini sering kali didahului penyakit lain dan bisa menimbulkan penyakit jantung koroner, kondisi ini bisa membuat sirkulasi darah menjadi gagal. Penderita Mati Secara Mendadak.
Penyakit jantung koroner juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti : merokok, hipertensi, sindrom metabolik, dislipidemia, dan aktivitas fisik yang kurang.
Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner
Klasifikasi penyakit jantung koroner menurut (Dokter Jantung indonesia) ada 3 yaitu:
- Angina Pektoris Stabil
Terjadi akibat adanya plak atau fissure yang mendasari pembentukan trombus. Episode iskemik disebabkan oleh sumbatan trombus total secara intermitten atau emboli pada bagian distal yang tersusun platelet serta kolesterol yang terlepas dari plak (Irianto, 2014). - Angina Pektoris Tidak Stabil
Angina pektoris tidak stabil terjadi dapat ditandai dengan rasa sakit yang lebih lama dibandingkan dengan angina biasa, bahkan hingga beberapa jam. Rasa sakit dapat timbul ketika istirahat, tidur, maupun melakukan aktifitas yang ringan lainnya. Frekuensi terjadinya serangan juga lebih sering dibandingkan angina pektoris stabil (Kusrahayu, 2004). - Infark Miocardium (Acute Myocard Infark)
Ifark miokard akut terjadi akibat oklusi pada koroner sehingga terjadi nekrosis miokard akibat gangguan suplai darah yang sangat kurang. Tanda yang paling umum berupa; nyeri dada, sakit dibagian belakang tulang dada kiri, mual serta muntah (Irianto, 2014).
Gambar Mekanisme perkembangan plak trombosis dan klasifikasi. (a) Angina pektoris stabil (b) Angina pektoris tidak stabil (c) Infark miokard Sumber: Clinical Medicine Seventh Edition (2009)
Gejala Klinis Penyakit Jantung Koroner
Menurut Kowalak Welsh Mayer (2017) terdapat 5 tanda serta gejala penyakit jantung koroner yaitu:
- Angina
Merupakan tanda klasik dari penyakit jantung koroner. Hal ini terjadi karena adanya penurunan pasukan oksigen kedalam miokardium. Tanda daripada angina sendiri dapat diungkapkan oleh pasien sebagai rasa nyeri tertekan, seperti terbakar atau terasa berat pada bagian dada dan dapat menjalar ke leher, rahang, dan lengan kiri. - Mual dan muntah
Mual dan muntah dapat terjadi akibat dari stimulasi refleks oleh rasa nyeri pada pusat muntah. - Ekstremitas dingin dan kulit pucat
Ekstremitas dingin atau anggota gerak seperti kaki dan tangan terasa dingin serta kulit yang pucat disebabkan oleh adanya stimulasi dari saraf simpatik. - Diaforesis
Diaforesis atau yang biasa disebut dengan keringat dingin timbul akibat dari stimulasi yang berasal dari saraf simpatik. - Xantelasma
Xantelesma merupakan munculnya plak kuning seperti gumpalan yang berada di atas maupun dibawah kelopak mata yang disebabkan oleh adanya endapan lemak pada kelopak mata yang dapat terjadi akibat gejala sekunder akibat hiperlipidemia dan aterosklerosis.
Diagnosis Penyakit Jantung Koroner
Menurut Kowalak Welsh Mayer (2017) pemeriksaan yang dapat membantu penegakan diagnosis dari penyakit jantung koroner yaitu:
- Hasil elektrokardiografi (EKG) di antara episode angina. Selama episode angina, EKG dapat menunjukkan adanya perubahan iskemik, seperti inversi gelombang T, depresi segmen ST, dan dapat dimungkinkan aritmia. Evalasi segmen ST dapat menunjukkan ada atau tidaknya infark miokard ataupun angina Prinzmetal.
- CT scan yang memiliki kecepatan ultra dapat digunakan untuk mengidentifikasi endapan kalsium pada arteri kononaria.
- Uji stress dapat dilakukan untuk mendeteksi perubahan pada segmen ST saat mengalami stres akibat melakuakn latihan ataupun sters farmakologi yang akan menunjukkan keadaan iskemia. Uji ini dapat menentukan program latihan yang aman bagi penderita penyakit jantung koroner.
- Angiografi koroner dapat mendeteksi lokasi dan derajat stenosis ataupun obstruksi arteri koronaria, serta keadaan arteri disebelah distal penyempitan.
- Pemeriksaan ultrasonografi intravaskuler dapat dilakuakn untuk mengetahui lebih lanjut anatomi koroner serta penyempitan lumen.
- Pemeriksaan gambaran perfusi miokardium dengan thallium-201 dapat dilakukan saat pasien menjalani uji treadmill untuk mendeteksi bagian miokardium yang iskemik.
- Stress echocardiography dapat memperlihatkan gerakan dinding jantung yang abnormal pada daerah iskemia.
- Rest perfusion imaging dengan setimbi dapat dilakukan untuk menyingkirkan iskemia miokard pada pasien dengan sindrom nyeri dada yang asalnya belum pasti dari jantung.
Langkah pertama dalam pengelolaan penyakit jantung koroner ini adalah penetapan diagnosis pasti. Diagnosis yang tepat sangatlah penting, karena jika diagnosis penyakit jantung koroner telah dibuat, maka di dalamnya terkandung pengertian bahwa penderitanya mempunyai kemungkinan akan dapat mengalami infark jantung atau kematian mendadak. Diagnosis yang salah selalu mempunyai konsekuensi buruk terhadap kualitas hidup penderita. Pada penderita dalam usia yang masih muda akan disarankan melakukan pembatasan kegiatan jasmani. Selain itu kesempatan mereka untuk mendapat pekerjaan mungkin akan berkurang. Jika hal ini terjadi pada lanjut usia, maka mereka mungkin harus mengalami pensiun yang terlalu dini, harus berulang kali dirawat di rumah sakit secara berlebihan atau harus makan obat-obatan yang potensial toksin untuk jangka waktu lama. jika penyakit jantung koroner tidak diketahui dan ada penyakit jantung lain yang menyebabkan angina pektoris yang tidak terdeteksi bisa menyebabkan akibat yang fatal.
Penanganan Penyakit Jantung Koroner
Menurut Kowalak Welsh Mayer (2017) penanganan dan pencegahan penyakit jantung koroner yang dapat dilakukan yaitu:
- Pemberian preparat nitrat, seperti nitroglisein (yang dapat diberikan secara sublingual, oral, transdermal maupun topikal dalam bentuk salep), isosorbid dinitrat (yang diberikan secara sublingual ataupun oral) atau isosorbid mononitrat (yang diberikan secara oral) untuk mengurangin konsumsi oksigen oleh miokardium.
- Pemberian beta-bloker (penyekat beta-adrenergik) untuk mengurangi beban kerja jantung serta kebutuhan oksigen dengan menurunkan frekuensi jantung dan resistensi perifer terhadap aliran darah.
- Pemberian penyekat salura kalsium (calcium channel blockers) untuk mencegah spasme arteri koronaria.
- Pemberian obat anti trombosis untuk mengurangi agregasi trombosit dan risiko oklusi koroner.
- Pemberian obat-obat antilipemik untuk menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida serum.
- Pemberian obat-obat antihipertensi untuk mengendalikan hipertensi.
- Terapi sulih hormon estrogen untuk mengurangi risiko penyakit jantung koroner pada wanita pascamenopause.
- Pencakokan bypass arteri koronaria (CABG; coronary artery bypass graft) melalui pembedahan untuk memulihkan aliran darah melalui pintasan (bypassing) arteri yang tersumbat dengan pembuluh darah lain.
- Pembedahan “key hole” (endoskopik) atau pembedahan noninvasif sebagai alternatif CABG yang tradisional;pembedahan dilakukan menggunakan kamera serat-optik yang disisipkan melalui sayatan kecil pada dinding dada dan bertujuan mengoreksi sumbatan dalam satu atau dua pembuluh arteri.
- Angiplasti atau yang bisa disebut percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA) merupakan prosedur membuka pembuluh darah untuk menghilangkan penyumbatan pada pasien oklusi arteri koronaria tanpa klasifikasi dan pasien oklusi parsial.
- Angioplasti sinar laser untuk mengoreksi penyumbatan dengan membakar timbunan lemak.
- Ateroktomi rotasi untuk mengangkat plak arteri dengan alat bor berkecepatan tinggi.
- Pemasangan stent (semacam alat yang diletakkan di dalam pembuluh darah) dalam arteri yang sudah terbuka kembali untuk mempertahankan patensi arteri tersebut.
- Modifikasi gaya hidup untu mengurangi progresivitas penyakit jantung koroner. Modifikasi ini dapat meliputi penghentian kebiasaan merokok, latihan secara teratur, manajemen stress, menjaga berat badan ideal, serta diet rendah lemak dan rendah garam.
Komplikasi Jantung Koroner
Gagal Jantung Kongestif merupakan kongesti pada sistem sirkulasi miokardium dan merupakan suatu keadaan dimana jantung tidak dapat memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan, syok Kardiogenik Syok kardiogenik ini ditandai oleh adanya gangguan fungsi pada ventrikel kiri yang di sebabkan oleh infark miokardium mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas, edema Paru Edema paru merupakan suatu cairan abnormal yang tertimbun pada paru baik dalam alveoli atau dirongga intersitial. Paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang karena tertimbun cairan, sehingga udara tidak bisa masuk maka terjadi hipoksia berat, pericarditis Akut Pericarditis akut adalah penyakit yang biasa di sebut dengan peradangan pada pericardium yang bersifat jinak dan terbatas sendiri dan dapat terjadi manifestasi dari penyakit sistemik. Efek yang ditimbulkan dari pericarditis adalah efusi prikardinal yang memicu tamponade jantung.
Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Terdapat dua faktor risiko penyakit jantung koroner, yaitu; faktor risiko yang tidak dapat dirubah dan faktor risiko yang dapat dirubah (Kumar & Clarks, 2012).
Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dirubah
- Riwayat Keluarga
Faktor genetika dalam keluarga memiliki peran yang sangat penting terhadap patogenesis penyakit jantung koroner, riwayat penyakit jantung koroner dalam keluarga memiliki kemungkinan timbulnya aterosklorosis prematur. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa adanya riwayat penyakit jantung koroner dalam keluarga dapat mencerminkan predisposisi genetik terhadap disfungsi endotel dan arteri koronaria. Menurut The Reykjavik Cohort Study menemukan bahwa wanita dengan riwayat keluarga penderita penyakit jantung koroner memiliki risiko sebesar 1,83 kali untuk menderita penyakit jantung koroner, sedangkan pria dengan riwayat keluarga penderita penyakit jantung koroner memiliki risiko sebesar 1,75 kali untuk menderita penyakit jantung koroner dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung koroner (Kumar & Clark, 2012).
Hubungan antara penyakit jantung koroner dengan riwayat keluarga pada penelitian epidemiologi mengungkapkan bahwa riwayat maternal memiliki peran yang sangat penting dalam peningkatan risiko penyakit jantung koroner. Beberapa mekanisme disebabkan oleh efek hormonal pada metabolisme lipid, resistensi insulin, serta faktor thrombogenesis. Pada penelitian terdahulu, menunjukkan bahwa profil lipid yang buruk memiliki potensi yang lebih besar untuk terkena penyakit jantung koroner dan kematian yang utama pada wanita (Choongki Kim et al, 2013). - Usia
Kerentanan terhadap aterosklorosis koroner semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Hal ini telah terbukti dan memiliki hubungan yang kuat antara umur dengan kejadian penyakit jantung koroner hal ini dihubungkan dengan kadar kolestrol di dalam tubuh dimana pada umur 20-30 tahun baik perempuan maupun laki-laki terjadi kenaikan. Pada umur dibawah 40 tahun tanda serta gejala serius penyakit jantung koroner belum terlihat, akan tetapi pada usia 40 hingga 60 tahun insiden Myocard Infark dan Angina meningkat sebanyak 5 kali lipat (Kumar & Clark, 2012).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ruiz dkk (2012) bahwa terjadinya aterosklerosis semakin cepat dengan bertambahnya usia, yang mana penelitian tersebut membagi atas dua kelompok usia <65 tahun dan >65 tahun. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa penuaan, peningkatan plak, peningkatan kadar kalsium serta necrotic core secara signifikan menunjukkan efek yang berhubungan dengan terjadinya aterosklerosis. Pengaruh usia yang semakin lanjut menjadi dua kali lebih besar untuk terjadinya jantung koroner. Hal ini disebabkan adanya perubahan fungsi endotel vaskular dan thrombogenesis. Pada usia lanjut biasanya ditandai dengan peningkatan sirkulasi fibrinogen dan faktor VII. Kerusakan fungsi ginjal pada usia lanjut dapat berkontribusi untuk meningkatkan kadar thrombogenesis melalui efek rusaknya fungsi endotel dengan konskuensi terganggunya aktivitas fibrinolitik serta respon vasodilator koroner (Simon et al, 1998). - Jenis Kelamin
Berdasarkan data (Heart Disease and Stroke Statistic 2005), menunjukkan bahwa angka mortalitas kardiovaskular pada jenis kelamin laki-laki selama dua puluh tahun terakhir telah mengalami penurunan, sedangkan pada wanita angka mortalitas kardiovaskular cenderung menetap bahkan meningkat (Ford et al, 2010). Laki-laki memiliki risiko dua hingga tiga kali lebih besar terkena penyakit jantung koroner dan lebih awal 10 tahun daripada wanita, akan tetapi setelah menopause kerentanan penyakit jantung koroner hampir sama dengan laki-laki. Hal ini disebabkan oleh adanya estrogen endogen yang bersifat imunitas pada wanita. Setelah menopause, kadar hormon estrogen pada wanita menurun dan menyebabkan peningkatan kadar lemak dalam darah sehingga aterome mudah terbentuk.
Wanita usia muda, yang sebagian besar masih terlindungi dalam efek proteksi estrogen pada umumnya terlindungi dari penyakit kardiovaskular. Apabila terdapat faktor risiko lain yang mendominasi sehingga terbentuk plak aterosklerosis pada usia muda, adanya hormon estrogen justru meningkatkan kemungkinan ruptur plak. Hormon estrogen menimbulkan up-regulation kelompok enzim Matrix Metalloproteinase (MMP), yaitu MMP-9. MMP sendiri berfungsi mendegradasi matriks ekstraselular didalam dinding arteri. Pada arteri yang sehat, proses up-regulation tidak menimbulkan efek yang buruk, namun apabila pembuluh darah memiliki lesi aterosklerotik, menyebabkan meningkatkan ekspresi MMP-9 didaerah plak berisiko ruptur dan menimbulkan (SKA) Sindrom Koroner Akut (Siska dkk, 2009).
Wanita yang memiliki penyakit arteri koroner memiliki prevalensi faktor risiko yang lebih tinggi serta memiliki status fungsional yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Terdapat bukti bahwa hormon seks berperan penting terhadap patofisiologi penyakit vaskular. Dimana wanita selama masa hidupnya, vaskularisasinya mengalami fluktuasi yang bermakna dalam pengaruh hormonal. Sumber dominan estrogen wanita monopause adalah estradiol. Setelah wanita monopause, tingkat estrogen menjadi lebih rendah terutama dihasilkan dari konversi androgen menjadi estrone doi jaringan adiposa (Anderson dkk, 2007).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sheifer SE dkk mengatakan bahwa akibat dari variasi pada penyakit arteri koroner adalah perbedaan jenis kelamin dalam struktur pembuluh darah. Yang mana wanita memiliki tipe pembuluh darah serta diameter yang lebih kecil dibandingkan dengan laki-laki (Anderson dkk, 2007).
Faktor Risiko yang Dapat Dirubah
- Hiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida di dalam darah (Anies, 2015). Diagnosis parameter atau diagnosis hiperlipidemia sudah dapat ditegakkan dengan melihat peningkatan nilai kolesterol dan trigliserida, yaitu level kolesterol total lebih dari 200 mg/dL dan kadar trigliserida diatas 150 mg/dL (Anies, 2015). Menurut Sitepoe (1992) klasifikasi Hiperlipidemia terbagi atas dua yaitu:- Hiperlipidemia Primer
Suatu keadaan dimana kadar kolesterol meningkat dikarenakan faktor alami diantaranya adalah: adanya satu gen abnormal, hiperlipidemia keturunan. - Hiperlipidemia Sekunder
Suatu keadaan dimana kadar kolesterol meningkat dikarenakan oleh suatu penyakit seperti DM, banyak mengkonsumsi alkohol, gangguan pada hati dan ginjal, maupun hipotiroidisme.
Kejadian penyakit jantung koroner berhubungan kuat dengan ateroma yang terbentuk sehingga menyebabkan aterosklorosis. Peran berbagai jenis lipid pada aterosklorosis adalah:- Kolesterol Total
Hubungan antara kolesterol total dalam darah dengan risiko penyakit jantung koroner sangat kuat dan memiliki peran penting dalam patogenesis penyakit jantung koroner. Yang mana kadar kolesterol total normal adalah <200 mg/dL. Pemeriksaan kadar kolesterol ini tidak memerlukan puasa (Noer, 1996). - Trigliserida
Merupakan bentuk lain daripada lemak darah, dimana peningkatannya dapat menyebabkan risiko penyakit jantung koroner. Keterkaitan trigliserida dengan penyakit jantung koroner adalah peningkatan LDL dan penurunan HDL pada keadaan hipertrigliserida. Hipertrigliserida berperan dalam trombosis dan pembentukan aterosklorosis sehingga mendorong terjadinya penyakit jantung koroner. Kadar trigliserida harus diperiksa dimana pada keadaan kolesterol >200 mg/dL, terdapat riwayat penyakit jantung koroner, riwayat keluarga penyakit jantung koroner, usia <55 tahun, riwayat keluarga dalam DM dan kadar trigliserida tinggi. Pengukuran kadar trigliserida diperlukan untuk menghitung kadar LDL karena pemeriksaan laboratorium biasanya langsung dapat mengukur kolesterol total, HDL dan trigliserida sedangkan untuk menghitung LDL digunakan rumus. Kadar trigliserida normal adalah <150 mg/dL, dengan melakukan puasa selama 12 jam sebelum pemeriksaan darah. Dan sebaiknya tes ini dilakukan pada pagi hari (Anies, 2015). - HDL (High Density Lipoprotein)
Merupakan jenis kolesterol yang menguntungkan. Memiliki sifat protektif terhadap pembuluh darah, bekerja membersihkan atau mengangkat tumpukan lemak dari pembuluh darah dan membawa serta membuangnya ke organ hati sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah dan mencegah proses aterosklerosis. Terdapat hubungan negatif antara HDL dengan kejadian penyakit jantung koroner, dimana semakin rendah HDL maka akan semakin besar risiko seseorang terkena penyakit jantung koroner. Kadar HDL normal berkisar antara 40-60 mg/dL (Anies, 2015). - LDL (Low Density Lipoprotein)
Merupakan kolesterol yang bersifat merugikan dikarenakan kadar LDL yang tinggi dapat menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Jenis kolesterol ini menumpuk didalam pembuluh darah dan mengeras (atherosclerosis). LDL merupakan penyebab langsung terjadinya ateroklerosis, memblock pada arteri koroner. Kadar LDL normal adalah <100 mg/dL, peningkatan kadar LDL >130 mg/dL akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner (Noer,1996).
Kolesterol sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama sebagai pembentukan dinding sel dalam tubuh, koleterol juga berguna sebagai bahan dasar pembentukan hormon steroid. Namun apabila kadar kolesterol didalam tubuh berlebih, maka akan tertimbun di dalam pembuluh darah dan menimbulkan penyakit jantung koroner. Hubungan hiperlipidemia terhadap kejadian penyakit jantung koroner pada penderita DM adalah penyakit jantung koroner merupakan komplikasi makrovaskuler dan merupakan penyebab kematian prematur pada sejumlah penderita diabetik, sekitar 65% penderita DM meninggal diakibatkan oleh serangan jantung. Yang mana penderita DM memiliki tiga sampai lima kali lebih berisiko terjadi kerusakan vaskuler atau aterosklerosis daripada orang yang tidak memiliki riwayat DM. Penderita DM dengan riwayat serangan jantung akan lebih berisiko besar untuk terjadi serangan jantung yang kedua kalinya dan pada konsisi ini kemungkinan terjadi kematian adalah besar. Hal mendasar terjadinya penyakit jantung koroner pada penderita DM adalah terbentuknya plak aterosklerosis pada pembuluh darah akibat daripada sindrom kronik hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin, resistensi ataupun keduanya. Kadar gula darah yang tidak terkontrol ditambah lagi dengan faktor risiko abnormalnya kadar lemak darah atau hiperlipidemia memperberat serta mempercepat terjadinya ateroklerosis.
Ateroklerosis dimulai ketika kolesterol tertimbun di intima yang akan mengganggu absobsi nutrien oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah, akibatnya endotel yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut yang selanjutnya menjadi kaku dan semakin sempit. Adanya stenotis arteri menyebabkan restriksi aliran darah ke organ-organ penting didalam tubuh termasuk pembuluh darah jantung menjadi terganggu. Transportasi darah yang terhambat mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi ke otot jantung terganggu dan terjadi kondisi yang disebut dengan iskemia yang dimanifestasikan sebagai angina, apabila transportasi darah terganggu secara terus menerus, maka otot jantung akan mengalami kematian atau nekrotik. Proses terjadinya penyakit jantung koroner pada penderita DM sangat kompleks dan saling berkaitan. Kadar gula darah yang tinggi pada penderita DM menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah arteri yang sifatnya mengiritasi atau menciderai intima sehingga mengakibatkan hilangnya nitrat oksidasi (NO) yang berfungsi menghambat zat reaktif. Keadaan vaskular yang mulanya elastis dan licin berubah menjadi kaku dan menyempit sehingga menybabkan terjadinya hipertensi. Kompensasi hipertensi yang terjadi pada penderita DM dikarenakan jantung berusaha keras memompa darah dalam mencukupi kebutuhan darah pada organ-organ target. Keadaan pembuluh darah juga berubah menjadi sangat subur untuk perkembangan plak aterosklerosis dalam intima, dan plak yang terbentuk akan mudah ruptur yang mengakibatkan trombus dan mengalami oklusi. Serangan jantung secara tiba-tiba atau kematian secara mendadak sering dihubungkan dengan trombosis akut pada plak ateroklerosis yang menutupi pembuluh darah secara komplit (Kowalak-Welsh-Mayer, 2012, AHA, 2014). - Hiperlipidemia Primer
- Hipertensi
Merupakan peningkatan sistolik maupun diastolik yang berhubungan erat dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Berbagai penelitian telah melaporkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara resistensi insulin dan hipertensi, ketika pasien memiliki keduanya faktor risiko penyakit jantung koroner menjadi dua kali lipat. Risiko penyakit jantung meningkat sejalan dengan peningkatan tekanan darah, dimana peningkatan tekan darah sistolik 130-139 mmHg dan tekanan diastolik 85-89 mmHg akan meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 2 kali dibandingkan dengan tekanan darah kurang dari pada 120/80 mmHg (Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011).
Patogenesis kejadian penyakit jantung koroner dimulai ketika terjadinya mikrovaskular dan makrovaskular disease. Terjadinya hipertropi tunika intima yang diikuti hialinisasi pada daerah tersebut sehingga menyebabkan tekan darah sistemik meningkat, karena ada tahanan yang harus dilalui dalam memasok darah. Hal ini memicu ventrikel kiri meningkatkan kontraksinya dalam mengeluarkan darah dan peningkatan beban kerja jantung. Usaha keras jantung dalam memompa darah secara terus menerus mengakibatkan kompensasi jantung berupa hepertropi ventrikel. Demand oksigen oleh mikokardium akan meningkat akibat hipertropi ventrikel yang terjadi, yang pada akhirnya menyebabkan angina dan infark miokardium (Kumar & Clarks, 2012). - Kebiasaan Merokok
Kejadian penyakit jantung koroner pada perokok dapat dinyatakan tinggi, dimana perokok dua hingga tiga kali lebih mungkin terkena penyakit jantung koroner dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Merokok dengan nikotin rendah dan memiliki filter serta durasi lamanya merokok tidak mengurangi risiko terserang penyakit jantung koroner. Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama perokok menjadi perokok pasif memiliki peningkatan risiko sebesar 20% sampai dengan 30% dibandingan dengan orang yang tinggal dengan bukan perokok. Patogenesis kejadian penyakit jantung koroner dimana komplikasi telah terjadi semakin membawa dampak buruk dengan adanya faktor merokok. Kandungan zat racun yang terdapat pada rokok seperti kabonmonoksida serta nikotin membawa dampak buruk terhadap pengangkutan oksigen ke jantung. Karbonmonoksida yang merupakan produk akhir pembakaran rokok sangat mudah berikatan dengan hemoglobin daripada oksigen sehingga menyebabkan kadar oksigen jantung menurun. Karbonmonoksida juga telah terbukti menurunkan kadar HDL yang artinya meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner sedangkan nikotin dalam darah menyebabkan kontruksi pembuluh darah berubah sehingga terjadi kerusakan endotel yang memicu ateroklerosis atau plak yang menybabkan penyakit jantung koroner (Kumar & Clarks, 2012).
Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki peningkatan risiko sebesar 20 – 30% dibandingkan dengan orang yang tinggal dengan bukan perokok. Risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner akibat merokok berhubungan dengan dosis dimana seseorang merokok 20 batang rokok ataupun lebih dalam satu hari, dan memiliki risiko sebesar dua hingga tiga kali lebih besar terkena penyakit jantung koroner daripada populasi umum yang tidak merokok. Peranan rokok dalam patogenesis jantung koroner merupakan hal yang sangat kompleks, diantaranya; menimbulkan aterosklerosis, meningkatnya trombogenesis dan vasokonstriksi (termasuk spasme arteri koroner), meningkatkan tekanan darah serta denyut jantung, provokasi aritmia jantung, penurunan kapasitas pengangkutan oksigen (Mamat Supriyono, 2008). - Hiperglikemia
Hiperglikemia dapat terjadi pada penderita diabetes dan non-diabetes dengan etiologi dosis insulin yang tidak tepat, asupan makanan berlebihan, kurangnya aktivitas fisik, stress atau emosional dan infeksi. Pada penderita DM dimana terjadi penurunan produksi insulin yang mempengaruhi semua metabolisme tubuh. Ateroklerosis disebut sebagai hasil dari kadar gula darah yang tidak terkontrol. Gula darah normal atau target gula darah berkisar dari 90-126 mg/dL untuk gula darah puasa dan 180 mg/dL adalah nilai gula darah 1-2 jam setelah makan. Hiperglikemia menyebabkan kerusakan jaringan vaskular karena terjadi pengaktifan C kinase serta stress oksidatif darah, asterosklerosis yang terbentuk akan mengganggu aliran darah ke jantung (Anies, 2015). Patogenesis kejadian penyakit jantung koroner dengan kenaikan kadar gula darah yang berlangsung lama menyebabkan konsistensi darah menjadi lebih pekat. Hal ini menyebabkan terjadinya penimbunan lemak di pembuuh darah yang menyebabkan aterosklerosis. Peningkatan kadar gula darah pada pasien DM juga menyebabkan peningkatan lipoprotein yang bersifat atherogenik terhadap pembuluh darah, sehingga terjadi disfungsi endotel yang pada akhirnya meningkatkan risiko terjadinya coronary artery diseases (Kumar & Clarks, 2012).
Diabetes melitus tipe 2 yang tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan terjadinya penyakit dan beberapa komplikasi kronis, baik itu mikroangiopati seperti retinatopati dan nefropati, maupun makroangiopati seperti penyakit jantung koroner, stroke, serta penyakit pembuluh darah tungkai bawah (Waspadji, 2009). Menurut American Heart Association pada Mei 2012, lebih kurang 65% penderita diabetes melitus meninggal akibat penyakit jantung atau stroke. Selain itu juga, orang dewasa yang menderita diabetes melitus berisiko dua hingga empat kali lebih besar terkena penyakit jantung koroner daripada mereka yang tidak menderita diabetes melitus (National Diabetes Education Program, 2012) - Obesitas
Terjadinya obesitas merupakan dampak yang terjadi akibat kelebihan asupan energi dibandingkan dengan energi yang diperlukan oleh tubuh sehingga energi yang berlebih tersebut disimpan didalam tubuh dalam bentuk lemak. Obesitas sendiri didefenisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi peningkatan lemak didalam tubuh, baik diseluruh tubuh maupun dibagian tubuh tertentu. Obesitas dapat ditentukan dengan menggunakan pengukuran antopometri seperti Indeks Masa Tubuh (IMT), distribusi lemak tubuh atau persen lemak dalam tubuh menggunakan pengukuran Tebal Lemak Bawah Kulit (TLBK), serta pengukuran lingkar perut (Widyastuti & Subagio, 2006).
Obesitas adalah salah satu kelainan kompleks pengaturan makanan serta metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologi spesifik. Obesitas sendiri dapat ditentukan berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) dimana pada orang dewasa perbandingannya anatara berat badan dlam kg dibagi dengan tinggi badan kuadrat dalam meter, dan nilai >30kg/m2 merupakan kriteria obesitas (Maxitalia dkk, 2009).
Pada Manitoba Studi menemukan bahwa peningkatan IMT berisiko secara bermakna untuk terjadi penyakit jantung koroner. Obesitas sangat terkait dengan insulin resistensi yang mana menyebabkan hiperglikemia serta peningkatan lemak dalam darah yang keduanya memicu lebih awal untuk timbulnya ateroklerosis. Data dari penelitian Framingham menunjukkan bahwa apabila seseorang memiliki berat badan yang optimal, maka akan terjadi penurunan insiden kejadian penyakit jantung koroner sebesar 25% dan stroke atau cerebro vaskular accident (VCA) sebesar 35% (Nestle, 1980). - Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik diketahui memiliki pengaruh dalam mekanisme metabolisme tubuh serta meningkatkan kadar HDL (high-density lipoprotein) dan menurunkan kadar LDL (low-density lipoprotein) didalam tubuh, meningkatkan metabolisme glukosa dengan cara meningkatkan sensitivitas insulin serta menurunkan kadar lemak yang berlebih serta tekanan darah tinggi (Redigan dkk, 2011). Meskipun begitu, manfaat dari aktivitas fisik sendiri dipengaruhi juga oleh frekuensi serta durasi dari aktivitas fisik itu sendiri (Carnethon, 2009).
Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan energi, sehinga apabila aktivitas rendah maka kemungkinan terjadinya obesitas akan meningkat, sedangkan apabila aktivitas yang sedang hingga tinggi dapat menurunkan kemungkinan terjadinya obesitas (Soegih & Wiramihardja, 2009). - Kebiasaan Makan
Penyakit jantung koroner memiliki kaitan yang sangat erat dengan pola makan seseorang baik itu dari segi jenis bahan makanan, frekuensi serta jumlah dalam mengonsumsi makanan. Pola makan dengan konsumsi makanan tinggi lemak akan mengakibatkan seseorang untuk terkena hiperlipidemia serta obesitas. Yang mana hiperlipidemia dan obesitas dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner jika ditambah dengan aktivitas fisik yang kurang. Kebiasaan makan yang tinggi lemak jenuh, lemak trans serta tinggi garam, kurangnya asupan buah dan sayur, dan asupan ikan yang rendah merupakan faktor yang berhubungan dngan kejadian penyakit kardiovaskuler (WHO, 2011).
Pencegahan Penyakit Jantung Koroner
Pencegahan penyakit jantung koroner menurut Brunner dkk yaitu Pencegahan primordial, merupakan upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap penyakit jantung koroner pada suatu wilayah dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi resiko penyakit jantung koroner, Pencegahan primer merupakan upaya awal pencegahan penyakit jantung koroner. Dilakukan dengan pendekatan komunitas berupa penyuluhan faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner terutama pada kelompok usia tinggi. Pencegahan primer ditujukan kepada pencegahan terhadap berkembangnya proses artherosklerosis secara dini, dengan demikian sasaranya adalah kelompok usia muda,Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan penyakit jantung koroner yang pernah terjadi untuk berulang atau menjadi lebih berat. Pada tahap ini diperlukan perubahan pola hidup dan kepatuhan berobat bagi mereka yang pernah menderita penyakit jantung koroner. Upaya peningkatan ini bertujuan untuk mempertahankan nilai prognostik yang lebih baik dan menurunkan mortalita,pencegahan tersier merupakan upaya mencegah komplikasi yang lebih berat atau kematian.
Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner
Penatalaksanaan pada penyakit jantung koroner menurut Lemone, Priscilla, dkk yaitu pengobatan farmakologi: Nitrat termasuk nitrogliserin digunakan untuk mengatasi serangan angina dan mencegah angina, aspirin dosis rendah seringkali diprogramkan untuk mengurangi risiko agregasi trombosit dan pembentukan thrombus. Penyekat beta (bloker) Obat ini menghambat efek perangsang jantung norepinefrin dan epinefrin, mencegah serangan angina dengan menurunkan frekuensi jantung, kontraktilitas miokardium, dan tekanan darah sehingga menurunkan kebutuhan oksigen miokardium. Antagonis kalsium Obat ini mengurangi kebutuhan oksigen miokardium dan meningkatkan suplai darah dan oksigen miokardium dan merupakan vasodilator koroner kuat, secara efektif meningkatkan suplai oksigen, anti kolesterol Statin dapat menurunkan resiko komplikasi aterosklerosis sebesar 30% yang terjadi pada pasien angina. Statin juga dapat berperan sebagai anti trombotik , anti inflamasi,dll.
Revaskularisasi miokardium aliran darah yang menuju miokardium setelah suatu lesi arterosklerotis pada arteri koroner bisa diperbaiki dengan operasi untuk mengalihkan aliran dan bagian yang tersumbat dengan suatu cangkok pintas. Cangkok pintas ini disebut dengan Coronary Artery Bypass Grafting (CABG). Pembedahan untuk penyakit jantung koroner melibatkan pembukaan vena atau arteri untuk menciptakan sambungan antara aorta dan arteri koroner melewati obstruksi. Kemudian memungkinkan darah untuk mengaliri bagian iskemik jantung. Balon arteri koroner merupakan suatu teknik untuk membuka daerah sempit di dalam lumen arteri coroner menggunakan sebuah balon halus yang dirancang khusus. Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA) merupakan istilah dari balon arteri koroner yang digunakan para kedokteran.
Non Farmakologi : Memodifikasi pola hidup yang sehat dengan cara olahraga ringan, mengontrol faktor resiko yang menyebabkan terjadinya penyakit jantung koroner, seperti pola makan,dll, melakukan teknik distraksi dengan cara mendengarkan musik dan relaksasi dengan cara nafas dalam,membatasi aktivitas yang memperberat aktivitas jantung.