Taksonomi dan Morfologi Beruang Madu
Taksonomi Beruang Madu
Beruang madu (H. malayanus) (Gambar 2.1) adalah spesies beruang yang secara morfologi memiliki ukuran tubuh paling kecil diantara tujuh spesies beruang lainnya. Meskipun digolongkan dalam ordo karnivora, tetapi beruang madu di alam memakan serangga tanah, madu, dan buah-buahan sehingga dapat disebut hewan omnivora (Fredriksson, 2005:130). Secara taksonomi, sinonim beruang madu adalah Ursus malayanus, Raffles ,1821.
Menurut Scotson dkk. (2017:62) klasifikasi beruang madu adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Class : Mammalia
Order : Carnivora
Family : Ursidae
Genus : Helarctos
Spesies : Helarctos malayanus Raffles, 1821.
Morfologi Beruang Madu
Beruang madu merupakan spesies terkecil dari tujuh spesies beruang yang lainnya. Berat badannya berkisar antara 30 – 65 kg dengan panjang tubuh antara 120-140 cm (Kusumawati & Sardjana, 2007:61). Sifat-sifat fisik beruang madu adalah rambut pendek, mengkilat berwarna hitam (namun terdapat pula yang berwarna coklat kemerahan maupun abu-abu), mata berwarna coklat, hampir setiap beruang madu mempunyai tanda di dada yang menjadi ciri khasnya (warnanya biasanya kuning, oranye atau putih), hidung beruang madu relatif lebar, kepala besar, telinga kecil -bundar, dan dahi berkerut. Kemudian lidahnya berukuran 14 cm (paling panjang dari semua spesies beruang yang ada). Lengan yang melengkung ke dalam, telapak kaki yang tidak berbulu, dan kuku yang panjang, kaki relatif besar dibandingkan dengan ukuran badan (kemungkinan besar hal ini memudahkan beruang madu untuk menggali tanah dan membongkar kayu mati untuk mencari serangga) (Crudge dkk., 2019:12).
Berikut ini adalah beberapa ciri morfologi dari beruang madu yang membedakannya dari jenis beruang lainnya.
1. Ukuran Tubuh
Beruang madu dikenal sebagai beruang dengan ukuran terkecil di dunia. Tinggi tubuhnya hanya mencapai sekitar 120–150 cm ketika berdiri tegak, dengan berat tubuh berkisar antara 25 hingga 65 kg. Betina biasanya lebih kecil dibandingkan jantan.
2. Bulu yang Pendek dan Hitam
Berbeda dengan kebanyakan beruang lain yang memiliki bulu tebal untuk melindungi diri dari cuaca dingin, beruang madu memiliki bulu pendek yang berwarna hitam atau coklat gelap. Bulu yang lebih tipis ini berfungsi sebagai adaptasi terhadap habitat hutan tropis yang panas dan lembap. Di dada beruang madu terdapat tanda berbentuk seperti tapal kuda atau bulan sabit yang berwarna oranye atau kekuningan, yang menjadi ciri khasnya.
3. Cakar Panjang dan Melengkung
Cakar beruang madu sangat panjang, melengkung, dan kuat, memungkinkannya menjadi pemanjat pohon yang ulung. Cakar ini sangat berguna dalam mencari makanan, terutama ketika mereka menggali sarang lebah atau memanjat pohon untuk mencari buah dan serangga. Kemampuan memanjatnya juga menjadi salah satu pertahanan dari predator.
4. Lidah Panjang
Salah satu karakteristik unik dari beruang madu adalah lidahnya yang panjang, dapat mencapai 20–25 cm. Lidah yang panjang ini digunakan untuk menjilat madu dari sarang lebah serta menangkap serangga kecil di celah-celah kayu atau batang pohon.
5. Gigi dan Rahang Kuat
Meskipun beruang madu adalah hewan omnivora yang lebih menyukai buah-buahan, madu, dan serangga, gigi dan rahangnya sangat kuat. Gigi-gigi ini digunakan untuk menggigit kayu atau membongkar sarang lebah dalam pencarian makanan. Dengan kekuatan rahangnya, beruang madu juga bisa membuka kelapa dengan mudah.
6. Kaki Pendek dan Kuat
Beruang madu memiliki kaki yang relatif pendek namun sangat kuat, yang membantu mereka dalam memanjat pohon. Kaki depan mereka lebih besar dan lebih kuat daripada kaki belakang, memberi kekuatan ekstra ketika menggali atau memanjat.
7. Indera Penciuman Tajam
Beruang madu, seperti kebanyakan beruang lainnya, memiliki penciuman yang sangat tajam. Indera penciuman ini digunakan untuk menemukan makanan, terutama madu dan buah-buahan, dari jarak yang cukup jauh.
8. Ekspresi Wajah
Beruang madu sering menampilkan ekspresi wajah yang lucu dan kadang terlihat penasaran. Mereka juga memiliki mata yang relatif besar dibandingkan dengan ukuran kepala mereka, yang membantu mereka melihat dengan baik di lingkungan yang gelap, seperti di dalam hutan tropis.
Daerah Penyebaran Beruang Madu
Beruang madu (Helarctos malayanus) memiliki penyebaran yang terbatas di wilayah Asia Tenggara. Mereka hidup terutama di hutan tropis, dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Berikut adalah beberapa daerah penyebaran utama beruang madu:
1. Indonesia
- Sumatra: Salah satu populasi beruang madu terbesar berada di pulau Sumatra. Mereka tersebar di hutan hujan tropis Sumatra, termasuk kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dan Taman Nasional Kerinci Seblat.
- Kalimantan (Borneo): Di pulau Kalimantan, baik di bagian Indonesia maupun Malaysia, beruang madu ditemukan di hutan hujan tropis, seperti di Taman Nasional Kayan Mentarang dan kawasan hutan Kalimantan lainnya.
2. Malaysia
- Semenanjung Malaysia: Beruang madu tersebar luas di hutan-hutan semenanjung Malaysia, terutama di kawasan konservasi dan taman nasional seperti Taman Negara.
- Sabah dan Sarawak: Di wilayah Malaysia bagian Kalimantan, yaitu Sabah dan Sarawak, beruang madu dapat ditemukan di hutan-hutan tropis yang lebat.
3. Thailand
- Beruang madu ditemukan di bagian selatan Thailand hingga ke kawasan perbatasan Malaysia. Mereka hidup di kawasan hutan tropis, terutama di daerah pegunungan dan taman nasional seperti Taman Nasional Khao Sok dan Taman Nasional Kaeng Krachan.
4. Myanmar
- Di Myanmar, beruang madu ditemukan di beberapa wilayah hutan tropis, terutama di bagian selatan dan timur negara tersebut.
5. Kamboja, Laos, dan Vietnam
- Beruang madu juga menghuni wilayah hutan hujan tropis di Kamboja, Laos, dan Vietnam. Kawasan hutan yang kaya akan keanekaragaman hayati di negara-negara ini menjadi habitat penting bagi populasi beruang madu yang tersisa.
6. India Timur Laut dan Bangladesh
- Penyebaran beruang madu juga mencakup sebagian kecil di wilayah India Timur Laut dan Bangladesh, meskipun populasinya lebih terbatas dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Habitat dan Pola Aktivitas Beruang Madu
Beruang madu dapat hidup pada berbagai tipe habitat. Terdapat di kawasan hutan yang luas dan kadang memasuki kebun-kebun di daerah-daerah yang terpencil. Biasanya tidur dan istrahat di siang hari di atas pohon dengan tinggi 2 sampai 7 meter dari permukaan tanah. Beruang madu membuat sarang dari dahan-dahan kecil di atas pohon untuk tidur, mirip orangutan, tetapi biasanya lebih dekat ke batang pohon dan kurang tersusun rapi. Biasanya aktif mencari makan pada malam hari. Makanan utama berupa vertebrata kecil, madu, rayap, buah-buahan dan “umbut” pohon kelapa. Memiliki kebiasaan mengelupas kulit kayu untuk mendapatkan larva serangga (Augeri, 2005:30-34).
Ngabekti (2014:119) menyatakan bahwa beruang madu betina perlu wilayah jelajah minimal 5-10 km2 dalam satu tahun. Beruang jantan memerlukan sekitar 15-25 km2. Wilayah jelajah yang lebih kecil ini diduga berhubungan dengan pola makan yang didominasi serangga, dan tidak adanya panen raya buah di hutan. Hal ini sesuai dengan Fredriksson & Redman (2009:23) yang menyatakan bahwa habitat beruang madu di hutan hujan tropis beragam, dapat ditemukan pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan dataran rendah sampai ke pegunungan maupun hutan gambut. Hal lain yang mempengaruhi keberadaan beruang madu adalah keberadaan pohon, karena beruang madu memerlukan pohon sebagai tempat beraktivitas.. Beruang madu memiliki kuku yang panjang, digunakan untuk memanjat pohon-pohon berbatang lurus pada ketinggian 2 - 7 meter dan mematahkan cabang-cabang pohon atau membuatnya melengkung untuk membuat sarang.
Status Konservasi Beruang Madu
Di seluruh dunia status konservasi beruang madu termasuk kedalam satwa yang rentan terhadap kepunahan (vulnerable) (Scotson dkk., 2017:1). Dalam CITES (Convention Internasional for Trade Endangered Species), beruang madu termasuk dalam Appendix I, yaitu termasuk hewan dilarang diperjual-belikan. Upaya perlindungan beruang madu di Indonesia telah dilakukan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 menyatakan bahwa beruang madu termasuk dalam satwa yang dilindungi. Hal tersebut juga diatur Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia nomor 20 tahun 2018, tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Daftar Bacaan
- Bennie, J.J., J.P. Duffy., R. Inger. and K.J. Gaston. 2014. Biogeography of time partitioning in mammals. Proceedings of the National Academy of Sciences. 111, 13727-13732.
- Burgess, E. A., S. S. Stoner, and K. E. Foley. 2014. Brought to bear: an analysis of seizures across Asia (2000-2011). TRAFFIC Southeast Asia, Petaling Jaya, Selangor, Malaysia. ISBN: 978-983-3393-40-4.
- Crudge, B., Lees, C., Hunt, M., Steinmetz, R., Fredriksson, G., dan Garshelis, D. (Eds.) (2019) Sun bears: Global status review & conservation action plan, 2019-2028. IUCN SSC Bear Specialist Group / IUCN SSC Conservation Planning Specialist Group / Free the Bears / TRAFFIC.ga
- Freddriksson, G. 2005. Human-Sun Bears Conflicts in East Kalimantan. Ursus (2005), 16: 130-137.
- Freddriksson, G dan A. Redman. 2009. A Little Book about a Little Bear. KWPLH Balikpapan.
- Foley, K.E., C. J. Stengel., dan C. R. Shepherd. 2011. Pills, Powders, Vials and Flakes: the bear bile trade in Asia. Southeast Asia, Petaling Jaya, Selangor, Malaysia: TRAFFIC. ISBN 978-983-3393-33-6.
55 - Griffiths, M. dan C. P. van Schaik. 1993. The Impact of Human Traffic on the Abundance and Activity Periods of Sumatran Rain Forest Wildlife. Conservation Biology, 07(03): 623-626.
- Gouda, S. Chauhan, N, Sethy, J. 2020. Daily Activity Pattern of Malayan Sun Bear in Dampa Tiger Reserve, Mizoram, India. Journal of Wildlife and Biodiversity, 4(2): 56-64. DOI: 10.22120/jwb.2020.117400.1103
- Gusnia, N.A., Kartono, A.P., Arief, H. 2013. Penggunaan Ruang Oleh Beruang Madu di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti. Jurnal Biologi Indonesia, 9 (2) : 289-300.
- Hidayah, K. (2012). Analisis Bioekologi dan Penggunaan Habitat oleh Beruang Madu (Helarctos malayanus Raffles, 1821) dengan Metode Camera Trap di Koridor Riparian Perkebunan
- Noss, R.F., H.B. Quigley, M.B. Hornocker, T. Merrill, and P.C. Paquet. 1996. Conservation Biology and Carnivore Conservation in the Rocky Mountains. Conservation Biology: Vol. 10(4).
- Scotson, L. 2017. Distribution, range connectivity, and trends of bear populations in Southeast Asia. PhD Dissertation, University of Minnesota, USA. Scotson, L., Fredriksson, G.,