Perilaku Religiositas
Pengertian Perilaku Religiositas
Menurut Sofanudin, dkk (2020:225) Religiositas merupakan suatu keadaan, pemahaman, dan ketaatan seseorang dalam meyakini suatu agama yang diwujudkan dalam pengamalan nilai, aturan, kewajiban sehingga mendorong bertingkah laku, bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran gama dalam kehidupan sehari-hari. Religi atau agama umumnya memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi dan dilakssiswaan oleh pemeluknya. Kesemuanya itu berfungsi mengikat seseorang atau sekelompok orang yang dalam hubungannya dengan tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya.
Religiositas adalah internalisasi dari nilai-nilai agama individu. Internalisasi disini melibatkan kepercayaan pada doktrin agama didalam hati dan perkataan. Kemudian direalisasikan dalam perbuatan dan perilaku sehari-hari (Aviyah dan Farid, 2014:127). Religiositas menurut Walter Houston, C (dalam Saifuddin, 2019:55) adalah pengalaman batin seseorang ketika merasakan keberadaan Tuhan, yang dibuktikan dalam bentuk perilaku, yaitu berusaha menyesuaikan kehidupannya dengan perintah Tuhan.
Religiositas adalah sikap batin (personal) setiap individu dihadapan Tuhan, yang merupakan misteri bagi orang lain, termasuk keutuhan manusia (khairunnisa, A, 2013: 127). Sebagai sikap batiniah, keyakinan Religiositas tidak dapat dilihat secara langsung, namun dapat dilihat dari perwujudan perilaku religius itu sendiri dalam kehidupan. Religiositas adalah keyakinan akan adanya Zat yang dianggap Maha segalanya, yang berdampak pada perilaku individu. Hal ini sesuai dengan pandangan Saifuddin (2019:57) yang menyatakan Religiositas berasal dari adanya Tuhan, yang diyakini dengan adanya pengorbanan, dan ritual-ritual peribadatan, dan berdampak pada perilaku sehari-hari yang baik.
Religiositas ialah kesadaran relasi manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, manusia dengan alam, dan manusia dengan dirinya sendiri (hablumminallah waa hablumminannas). Ketidakmampuan dalam menumbuhkan kesadaran diri akan mendorong imbulnya sikap negatif individu dalam hubungan sosial, seperti kekerasan dan tindakan brutal laiinya. Salah satu bentuk adanya problem religiositas pada dunia pendidikan adalah tawuran dan perkelahian antar pelajar (Darmadi, 2018:123-124). Jika Religiositas terbentuk dengan baik, maka akan menciptakan sumberdaya manusia yang jujur dan berdedikasi baik (Rif’an, 2020 :157). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Religiositas adalah tingkat penjiwaan seseorang dalam menyakini adanya Tuhan, berdasarkan agama yang dianut, dan diwujudkan dengan pengamalan kewajiban, sehingga bermuara pada perilaku yang baik.
Jadi, Perilaku religiositas adalah dampak yang terjadi akibat dari tinggi atau rendahnya Religiositas individu. Individu yang memiliki religiositas tinggi akan mempunyai perilaku baik yang sesuai dengan ajaran agama,sedangkan individu dengan religositas rendah cenderung berperilaku religiositas yang buruk bertentangan dengan aturan agama.
Fungsi Religiositas
Fungsi Religiositas bagi manusia erat kaitannya dengan fungsi agama. Adapun fungsi agama bagi individu menurut Jalaluddin (2008: 229) meliputi: fungsi edukatif, fungsi penyelamatan, fungsi perdamaian, fungsi pengawasan sosial, fungsi pemupuk rasa solidaritas, fungsi transformative, fungsi kreatif, fungsi sublimatif. Ancok (dalam Firmiana, dkk, 2012:242) menyebutkan 2 fungsi Religiositas, yaitu fungsi individual dan fungsi sosial. Fungsi individual sebagai acuan norma dan sebagai motivasi. Sedangkan dalam fungsi social, memuat fungsi edukatif, penyelamat, pendamai, dan kontrol social. Selanjutnya Reza, F (2013: 49), menyebutkan bahwa fungsi agama dalam kehidupan manusia adalah, memberikan bimbingan dalam hidup, menolong dalam menghadapi kesukaran, dan menentramkan batin.
Beberapa fungsi religiositas yang penting antara lain:
- Memberikan arti dan tujuan hidup: Bagi banyak orang, agama memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan eksistensial tentang arti dan tujuan hidup, serta membantu mereka memahami tujuan hidup mereka dan bagaimana mencapainya.
- Memberikan dukungan sosial: Partisipasi dalam komunitas keagamaan dapat memberikan dukungan sosial dan koneksi dengan orang lain yang memiliki nilai dan keyakinan yang sama. Ini dapat membantu mengurangi rasa kesepian dan memberikan dukungan dalam mengatasi masalah hidup.
- Meningkatkan kesehatan mental dan fisik: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa religiositas dapat membantu mengurangi tingkat stres, kecemasan, dan depresi pada beberapa orang, serta meningkatkan kesehatan fisik melalui kebiasaan hidup sehat seperti berdoa, meditasi, atau kegiatan keagamaan yang melibatkan aktivitas fisik.
- Meningkatkan nilai-nilai moral: Agama juga dapat membantu membentuk dan memperkuat nilai-nilai moral dan etika individu, seperti kejujuran, belas kasihan, dan pengampunan. Hal ini dapat membantu mengurangi konflik dan meningkatkan hubungan sosial.
- Memberikan harapan dan penghiburan: Agama juga dapat memberikan harapan dan penghiburan dalam menghadapi masa sulit atau saat mengalami kesedihan dan kesulitan hidup.
Meskipun fungsi-fungsi religiositas ini dapat berbeda dari individu ke individu, namun dapat memberikan nilai dan manfaat penting bagi banyak orang dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Religiositas sangat berperan penting dalam kehidupan manusia, baik secara fisik maupun psikis, baik untuk diri individu sendiri maupun hubungannya dengan individu lainnya.
Dimensi Religiositas
Menurut Stark dan Glock (dalam Saifuddin, 2019:57) menungkapkan lima dimensi direligiusitas, diantaranya ideological (kepercayaan), Intellectual (pengetahuan), Ritualistic (praktik), Experiental (pengalaman), dan Conscequantial (pengamalan). Selanjutnya Verbit (dalam Saifuddin, 2019:58) menyempurnakan dimensi Religiositas menjadi enam, yaitu: doctrine, knowledge, ritual, emotion, ethics, dan community. W Traphagan, J (2003) dalam penelitian yang berjudul Multidimensional Measurement of Religiousness, Spiritiuality for Use in Health Research menjelaskan sebelas dimensi Religiositas antara lain yaitu: Daily Spiritual Experience (dampak dalam kehidupan sehari-hari), Meaning (makna), Value (nilai), Belief (kepercayaan), Forgiveness (memaafkan), Private Religious practice (perilaku beragama), Religious support (hubungan sosial), Religious/Spiritual History (pengaruh agama dalam hidup), Commitment (komitmen), Organizational Religiousness (organisasi agama), dan Religious preference (pilihan agama).
Menurut Saifuddin, (2019:272) siswa yang terbiasa dengan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari tidak akan rentan bunuh diri, terlibat pergaulan bebas, pengunaan zat adiktif (narkotika, psikotropika, minuman alkohol), kenakalan remaja, perilaku seks, dan oriantasi seks menyimpang, dan tawuran. Agama juga berperan memberikan model atau figur sebagai bahan teladan dalam kehidupan siswa. Sehingga, dimasa mendatang, terlebih ketika masa remaja saat sedang mencari identitas diri, individu akan membentuk dan memformulasikan kepribadiannya dengan baik berdasarkan vigur dalam agama.
Hasil penelitian Bridges dan Moore (dalam Soetjiningsih, 2018:218) menunjukan bahwa agama berefek positif, yaitu menghindarkan dari delinquency (kenakalan remaja), pengunaan zat dan obat-obatan terlarang, perilaku seksual, dan mereka cenderung berperilaku positif seperti perilaku prososial, memahami nilai-nilai moral, serta memiliki kepribadian dan kesehatan mental yang baik.
Agama hadir menjadi salah satu solusi dari kenakalan remaja. Agama dapat menjadikan figure sebagai teladan, melatih siswa mengendalikan diri dan mengolah emosi, mendidik untuk menahan nafsu (khususnya seksual) (Saifuddin, 2019:273). Pada penelitian ini, peneliti lebih menekankan pada dimensi pengamalan dalam bentuk perilaku sehari-hari. Terbiasanya mengikuti kegiatan agama memengaruhi munculnya perilaku-perilaku positif, seperti self-control yang lebih baik, perkembangan suara hati (hati nurani), serta problem-problem perilaku internal dan eksternal yang lebih sedikit (Soetjiningsih, 2018:218).
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Religiositas
Perilaku Religiositas seseorang bisa berada di tingkat tinggi (baik) maupun rendah (buruk). Thouless (dalam Saifuddin, 2019:59), menyebutkan empat faktor yang mempengaruhi Religiositas yaitu: Faktor social (sugesti dan pendidikan), Faktor alami (pengalaman keagamaan), Faktor kehidupan (kebutuhan hidup aman, selamat, nyaman dan takut mati), dan Faktor intelektual (penalaran pengetahuan agama). Thomas (dalam Saifuddin, 2019:84), mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama individu adalah : keinginan untuk selamat, keinginan untuk mendapatkan penghargaan, keinginan untuk ditanggapi, dan keinginan akan pengetahuan dan pengalaman baru. Selanjutnya Jalaluddin (2008:122) menyebutkan faktor yang mempengaruhi perkembangan Religiositas seseorang, antara lain:
- Faktor internal (Faktor keturunan, Tingkat usia, Kepribadian, dan Kondisi psikologis).
- Faktor eksternal (Lingkungan keluarga, Lingkungan pendidikan Lingkungan masyarakat.
Perkembangan religiositas pada seseorang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya:
- Keluarga: Keluarga dapat memainkan peran penting dalam membentuk religiositas seseorang, seperti melalui pengajaran nilai-nilai keagamaan, pengalaman ibadah, dan dukungan moral dan sosial.
- Lingkungan sosial: Lingkungan sosial seperti teman sebaya, sekolah, dan komunitas juga dapat mempengaruhi perkembangan religiositas seseorang. Misalnya, individu yang tinggal di lingkungan yang banyak menganut agama tertentu, dapat lebih mudah terpengaruh untuk mengadopsi nilai-nilai dan praktik agama tersebut.
- Pengalaman pribadi: Pengalaman hidup seperti peristiwa traumatis, kehilangan orang yang dicintai, dan pencarian makna hidup, dapat mempengaruhi perkembangan religiositas seseorang. Beberapa individu dapat mencari dukungan dan pemahaman dalam agama untuk membantu mereka mengatasi pengalaman tersebut.
- Kepribadian: Kepribadian seseorang juga dapat mempengaruhi tingkat religiositas mereka. Misalnya, individu yang cenderung lebih terbuka terhadap pengalaman baru atau memiliki tingkat kepekaan yang lebih tinggi terhadap kebutuhan spiritual, dapat lebih mungkin untuk mencari arti hidup melalui agama.
- Pendidikan: Pendidikan juga dapat mempengaruhi perkembangan religiositas seseorang. Pendidikan formal dapat membantu individu memahami doktrin dan praktik agama secara lebih mendalam, sementara pendidikan informal seperti membaca buku-buku keagamaan atau mengikuti kelompok studi keagamaan, dapat membantu memperdalam pemahaman seseorang tentang agama mereka.
Perlu diingat bahwa faktor-faktor di atas dapat saling berinteraksi dan tidak semua individu memiliki pengalaman yang sama dalam mengalami faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, setiap individu memiliki cara unik dalam mengalami dan mengembangkan religiositas mereka.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa baik faktor internal maupun faktor eksternal saling mempengaruhi timbulnya Religiositas bagi individu, tidak ada faktor yang bersifat tunggal namun mungkin dari beberapa faktor tersebut ada faktor yang dominan dalam perkembangan Religiositas dalam diri individu.