Diperbarui tanggal 18/05/2024

Model-model Pendidikan Karakter

kategori Belajar dan Pembelajaran / tanggal diterbitkan 18 Mei 2024 / dikunjungi: 398 kali

Suparno, dkk menyatakan empat model pendekatan pendidikan karakter secara khusus dalam lingkup pendidikan di sekolah yang biasa dikembangkan oleh guru, yaitu:

Model Sebagai Mata Pelajaran Tersendiri (Monolitik/ Otonom)

Pada model ini, pendidikan karakter dianggap sebagai mata pelajaran tersendiri. Pendidikan karakter memiliki posisi yang sama seperti mata pelajaran atau bidang studi lainnya. Pendidikan karakter memiliki guru bidang sendiri harus mempersiapkan dan mengembangkan kurikulum, mengembangkan silabus, membuat Rancangan Proses Pembelajaran (RPP), metodologi pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Pendidikan karakter sebagai sebuah mata pelajaran tersendiri akan lebih terstruktur dan terukur. Dampaknya pendidikan karakter memang harus dirancang dalam jadwal pelajaran sendiri secara terstruktur.

Kelebihan pendekatan adalah materi yang disampaikan menjadi lebih terencana, matang, terfokus, materi dan lebih terukur. Guru mempunyai otoritas yang luas dalam perencanaan dan membuat variasi program karena ada alokasi waktu yang dikhususkan untuk itu. Kelemahannya adalah sangat tergantung pada tuntutan kurikulum yang berlaku. Pendekatan ini seolah-olah menjadi tanggung jawab 1 guru yang mengampu mata pelajaran ini saja dan ketika dampak pendidikan karakter yang muncul kemudian hanya menyentuh aspek kognitif, tidak menyentuh internalisasi nilai tersebut (aspek afektif dan perilaku).

Model Terintegrasi dalam Semua Bidang Studi

Pada model ini, penyampaian pendidikan karakter dilakukan secara terintegrasi dalam smeua bidang pelajaran di sekolah dan menjadi tanggung jawab semua guru (Washington, dalam Suwardani 2008). Semua mata pelajaran memiliki misi moral dalam membentuk karakter positif siswa. Setiap guru dapat memilih materi yang disesuaikan dengan tema atau pokok bahasan bidang studi. Model ini membutuhkan kesiapan, wawasan moral dan keteladanan dari seluruh guru. Keunggulannya adalah setiap guru mendapat bertanggung jawab yang sama akan proses penanaman nilai-nilai hidup. Kemudian, pemahaman akan nilai-nilai pendidikan karakter tidak bersifat informatif kognitif tetapi aplikatif sesuai dengan konteks setiap bidang studi. Dampak model ini menjadikan siswa lebih terbiasa dengan nilai-nilai yang sudah diterapkan dalam berbagai situasi.

Kelemahannya adalah pemahaman dan persepsi tentang nilai yang ditanamkan harus jelas, sama dan dikuasai bagi semua guru. Namun, jaminan akan kesamaan nilai tersebut bagi setiap guru adalah hal yang tidak mudah mengingat latar belakang setiap guru yang berbeda. Selain itu, tidak jarang terdapat perbedaan penafsiran nilai-nilai di antara guru sendiri akan menjadikan siswa justru bingung.

Model Suplemen (Model di luar Pengajaran)

Penanaman nilai-nilai karakter dapat dilakukan di luar kegiatan pembelajaran di kelas. Model ini mengutamakan penanaman nilai melalui suatu kegiatan sehari-hari yang bermakna. Model kegiatan ini dapat dilaksanakan oleh guru yang diberi tugas khusus seperti dalam kegiatan ekstrakurikuler atau melalui kemitraan dengan lembaga lain yang memiliki kemmapuan dalam pembinaan karakter. Kelebihan dari model pendekatan ini adalah siswa akan mendapatkan pengalaman secara langsung dan konkrit. Ranah afektif dan perilaku siswa banyak tersentuh lewat berbagai kegiatan yang dirancang. Keterlibatan siswa dalam menggali nilai-nilai kehidupan akan membuat pendidikan karakter lebih memuaskan dan menyenangkan.

Kelemahan model ini adalah tidak ada dalam struktur yang tetap dalam kerangka pendidikan dan pengajaran di sekolah, sehingga akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya yang lebih banyak. Pada model ini, sekolah dapat menjalin kemitraan dengan keluarga dan masyarakat sekitar sekolah. Yang dimaksud masyarakat adalah
keluarga, siswa, organisasi, tetangga, dan kelompok atau individu yang berpengaruh terhadap kesuksesan siswa di sekolah.

Model Gabungan (Kolaborasi)

Model menggabungkan semua model dalam upaya untuk mengoptimalkan kelebihan setiap model dan meminimalisir kekurangan masing-masing model. Model ini dapat dikatakan sebagai perpaduan dari model-model terdahulu. Pada model ini pendidikan karakter sebagai mata pelajaran secara otonom, juga pahami sebagai tanggung jawab Lembaga sekolah bukan dititik beratkan pada guru mata pelajaran saja. Kelebihan model ini adalah keterlibatan seluruh guru yang berpartisipasi dalam prosesnya. Selian itu, guru dapat belajar dari pihak lain dalam upaya mengembangkan diri sendiri dan siswa. Mengingat pendidikan karakter merupakan salah satu fungsi dari pendidikan nasional, maka pendidikan karakter harus ada pada setiap materi pelajaran, dan merupakan tanggung jawab sekolah sebagai misi sekolah dalam pembentukan karakter. Setiap kegiatan sekolah diselenggarakan dengan tujuan membawa siswa ke dalam pengalaman nyata penerapan karakter tersebut dan bukan sebagai teori saja, baik sebagai kegiatan ekstrakurikuler yang terprogram maupun kegiatan insidentil sesuai dengan situasi yang sedang berlangsung.